BICARAA.COM-Seseorang bertanya mengenai signifikansi pendidikan, dan menurut saya, pendidikan yang benar-benar bermanfaat adalah yang memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Namun, perlu diingat bahwa kebermaknaan manfaat dapat bersifat relatif, tergantung pada dampak positifnya bagi semua pihak, bukan hanya diri sendiri.
Jika seseorang mencapai keberhasilan dengan cara curang dan merugikan orang lain, hal tersebut sebenarnya tidak dapat dianggap sebagai manfaat yang sejati.
Namun, saya mulai mempertanyakan mengapa para tokoh seperti konseptor bangsa Tan Malaka, Bapak pendidikan Indonesia KI Hajar Dewantara, dan pejuang kemerdekaan lainnya memiliki pemikiran mendalam mengenai pendidikan.
Salah satunya mampu menjadikan manusia lebih manusiawi dan maju dalam memandang Indonesia kedepan.
Apakah pemikiran mengenai pendidikan adalah refleksi dari keadaan zaman, ataukah sebuah aspirasi abadi yang seharusnya menjadi landasan pendidikan yang abadi pula?
Mungkin, melalui telaah lebih dalam terhadap pemikiran para tokoh tersebut, kita dapat menemukan jawaban yang mengarah pada kebutuhan mendesak untuk memulihkan dan menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan masa kini.
Pendidikan saat ini kerap dianggap sekadar sebagai formalitas untuk mendapatkan gelar, tanpa memperhatikan keahlian, pemahaman, atau kemampuan menghumanisasi sesama.
Fokus utamanya terletak pada perolehan gelar, mencerminkan pandangan bahwa pentingnya pendidikan mungkin diabaikan karena dipandang hanya sebagai suatu pandangan atau pendirian belaka, seperti yang tergambar dalam adegan film “Alangkah Lucunya Negri Ini”.
Jika esensi sejati dari pendidikan adalah untuk mengembangkan sifat kemanusiaan, mengapa kita seringkali melihat bahwa orang-orang yang telah menjalani pendidikan tinggi justru terjerumus dalam perilaku yang tidak bermoral.
Pertanyaan tersebut mencerminkan keraguan terhadap apakah nilai-nilai fundamental ini masih relevan dan efektif dalam pendidikan masa kini, dan apakah manusia modern benar-benar memahami dan menerapkan esensi sejati dari pendidikan.
Ketika melihat realitas bahwa pendidikan sering dianggap sebagai tiket untuk mencapai gelar, prestise, dan kesuksesan material, tampaknya fokus telah bergeser dari pengembangan karakter dan kemanusiaan.
Bagaimana mungkin pendidikan, yang seharusnya menjadi landasan bagi pertumbuhan moral dan etika, dapat gagal dalam menanamkan nilai-nilai ini pada individu?
Untuk memahami mengapa beberapa individu yang teredukasi masih terlibat dalam perilaku yang kurang bermoral, kita perlu melihat lebih jauh ke dalam sistem pendidikan dan nilai-nilai yang diterapkan.
Selanjutnya, untuk menjadikan manusia memanusiakan sesamanya, perlu ada pendekatan yang holistik dalam pendidikan.
Selain pengetahuan akademis, pendidikan juga harus memberikan penekanan pada pengembangan empati, moralitas, dan keterampilan sosial.
Pendidikan yang mendalam tentang nilai-nilai kemanusiaan dan pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan masyarakat dapat membentuk individu menjadi warga yang bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama.
Dengan demikian, sementara gelar pendidikan dapat memberikan akses ke peluang karir dan keberhasilan materi, penting bagi sistem pendidikan untuk kembali mengakui esensi sejati dari pendidikan.
Dengan tujuan, untuk menciptakan manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepedulian, empati, dan kemampuan untuk memanusiakan sesamanya.(*)