BICARAA.COM-Sejumlah curahan hati ibuku masih menggema dalam ingatanku hingga kini, salah satunya ucapan “Islam di kamu mah boros.”
Ucapan itu dikelurkan oleh Ayah Sambungku atau biasa aku memanggilnya Baba.
Saat itu, ibu memohon tambahan uang kepada ayahku yang merupakan seorang Arab asli untuk membiayai acara Haul nenek di kampung.
Terlepas dari perkara itu. Diketahui, haul adalah suatu kebiasaan budaya yang dijalankan setiap tahun untuk mengenang dan merayakan kehidupan seseorang yang telah meninggal.
Ritual ini memiliki tujuan ganda. Pertama, untuk mendoakan agar segala amal ibadah yang dilakukan oleh orang yang telah meninggal diterima oleh Allah.
Kedua, sebagai wujud penghormatan terhadap nilai-nilai dan keteladanan yang diperlihatkan oleh tokoh yang dihormati selama hidupnya.
Baba mengungkapkan frasa “Islam di kamu mah boros” dengan alasan yang melibatkan lebih dari sekadar Haul.
Sebelum momen Haul, ibuku sebelumnya telah meminta dukungan finansial untuk berbagai acara di keluarga kami, seperti tasyakuran pada bulan ke-4 dan ke-7 kehamilan.
Baba merasa bahwa budaya ini tidak umum di lingkungannya, kecuali dalam konteks aqiqah.
Oleh karena itu, komentarnya mencerminkan perasaannya terhadap serangkaian permintaan dukungan finansial yang dianggapnya berlebihan.
Keberadaan dan keterlibatan dalam acara-acara tersebut bukanlah sekadar pilihan, melainkan telah menjadi bagian dari norma sosial yang melekat, tidak dapat diabaikan tanpa adanya konsekuensi.
Tidak hanya sebatas urusan finansial, tetapi juga ada dimensi hukum sosial yang melekat pada ketidakpartisipasian dalam acara-acara tersebut.
Masyarakat sekitar memiliki harapan dan norma-norma sosial yang mengatur partisipasi dalam kegiatan bersama ini.
Oleh karena itu, ketika seseorang absen atau tidak melibatkan diri dalam acara tersebut, hal tersebut dapat mengundang sorotan dan pembicaraan di kalangan tetangga.
Ketidakhadiran dalam merayakan momen bersama tidak hanya menciptakan kekosongan dalam kehidupan sosial pribadi, tetapi juga dapat membuka peluang bagi penilaian dari lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, partisipasi dalam acara-acara tersebut bukan hanya sekadar tugas rutin, melainkan juga menjadi bagian dari tanggung jawab sosial untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam interaksi sosial sehari-hari.
Sebagaimana halnya dengan peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan seperti kehamilan, kelahiran, atau bulan-bulan khusus dalam kalender Islam, semuanya memiliki makna mendalam dalam perayaannya dan saat memasuki masa “haul”.
Namun, kenyataannya berbeda ketika membicarakan mengenai kematian. Kematian membawa duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan, namun ternyata juga melibatkan aspek finansial yang signifikan.
Proses berduka atas kematian seorang anggota keluarga tidak hanya melibatkan dimensi emosional, tetapi juga memerlukan pengeluaran finansial yang cukup besar.
Keluarga yang berduka harus mengalokasikan dana untuk mengurus jenazah, memberikan amplop kepada berbagai pihak terkait, dan memberikan ucapan terima kasih.
Dalam proses ini, terkadang aspek finansial menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan, menambah beban pikiran keluarga yang tengah berduka.
Oleh karena itu, meskipun kematian membawa duka yang mendalam, namun juga menimbulkan tantangan finansial bagi keluarga yang ditinggalkan.
Proses mengatasi kehilangan tidak hanya mencakup pengelolaan emosi, tetapi juga menghadapi kenyataan bahwa peristiwa ini dapat berdampak pada stabilitas finansial keluarga. (*)