GorontaloHeadlinesInfo Terkini

Marten Taha Bantah Uang Rp 1,2 Miliar Masuk Rekeningnya dari Terdakwa Antum Abdullah

×

Marten Taha Bantah Uang Rp 1,2 Miliar Masuk Rekeningnya dari Terdakwa Antum Abdullah

Sebarkan artikel ini
Marten Taha Hadir Selesai Sidang Kasus Korupsi Jalan Nani Wartabone, FOTO: FAJRIN HUSIN (BICARAA.COM)

Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini

GORONTALO, BICARAA.COM – Mantan Wali Kota Gorontalo dua periode, Marten Taha, dengan tegas membantah tuduhan perjalanan dinasnya dibiayai oleh terdakwa kasus korupsi jalan Nani Wartabone, Antum Abdullah.

Pernyataan tersebut disampaikan Marten saat memberikan kesaksian dalam sidang ke-11 kasus dugaan korupsi terkait proyek jalan Nani Wartabone, Rabu (22/01/2024).

“Semua urusan pesawat dan hotel diurus oleh ajudan saya melalui bagian umum, dan saya hanya menerima uang representasi dari uang harian,” jelas Marten di hadapan majelis hakim.

JPU kemudian mempertanyakan aturan terkait pemberian modal perjalanan dinas, mengacu pada kesaksian ajudan yang menyebutkan bagian umum tidak memberikan dana kepada Marten Taha.

Namun Marten tetap pada pendiriannya, menyatakan dirinya tidak pernah menggunakan uang dari Antum Abdullah.

“Terkait hal itu, tidak saya pakai uang Antum Abdullah untuk perjalanan dinas saya dan ajudan saya juga tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada saya,” paparnya.

Walaupun pada sidang sebelumnya, Rijal Abudi, Ajudan Marten Taha periode 2019-2024 mengatakan biaya perjalanan dinas Marten Taha, ke Makassar, Jakarta, maupun Manado, sering kali ditanggung oleh Antum Abdullah.

Menanggapi hal itu, Marten tetap kukuh  perjalanan dinasnya dibiayai oleh bagian umum.

“Sebelum berangkat, bagian umum memberikan modal untuk biaya pesawat dan hotel itu saja, tidak ada pemberitahuan apapun kepada saya,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, nama mantan Wali Kota Gorontalo mencuat setelah Direktur PT Mahardika, Deny Juaeni menyebutkan nama Marten Taha dalam sidang ke 10 kasus korupsi jalan Nani Wartabone.

Dalam kesaksiannya, Deny mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan Marten Taha dalam praktik korupsi terkait proyek pembangunan jalan Nani Wartabone yang diduga sarat penyimpangan.

Berdasarkan informasi tersebut, pengadilan kemudian memutuskan untuk memanggil Marten Taha sebagai saksi guna mendalami lebih lanjut dugaan kasus Korupsi Jalan Nani Wartabone.

Awal Mula Korupsi Mencuat

Berdasarkan hasil pemilihan yang dilakukan oleh Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Setda Kota Gorontalo, terdapat tiga penyedia yang terlibat, yakni PT Cahaya Mitra Nusantara sebagai pemenang, PT Rizki Aflah Jaya Abadi sebagai cadangan pertama, dan PT Mahardika Permata Mandiri sebagai cadangan kedua.

Namun, hasil pemilihan tersebut mendapat penolakan dari tersangka AA, yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Kota Gorontalo.

Tersangka AA meminta evaluasi ulang meskipun hasil pemilihan telah sesuai dengan dokumen yang ada.

Pokja Setda Kota Gorontalo menanggapi penolakan tersebut dengan menegaskan tindakan AA bertentangan dengan dokumen pemilihan yang sah, yang sudah memenuhi prosedur dan tidak didukung oleh klarifikasi yang memadai.

Meski demikian, AA tetap mengeluarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa kepada PT Mahardika Permata Mandiri meskipun perusahaan ini hanya di posisi cadangan kedua, yang kemudian menjadi dasar untuk proses penyelewengan anggaran.

Pemberian Fee Yang Merugikan Negara

Kasus ini semakin terungkap dengan adanya dugaan pemberian fee sebesar 17 persen dari nilai kontrak yang harus dibayarkan sebelum penandatanganan kontrak.

Fee tersebut, yang diduga merupakan imbalan untuk memuluskan proses pengadaan, disalurkan melalui rekening milik Baharudin Pulukadang alias ALO dan diterima oleh tersangka FL senilai Rp 1,67 miliar.

Deny Juaeni, Direktur PT Mahardika Permata Mandiri, juga terlibat dalam proses ini dengan memberikan komitmen sejumlah Rp 2,37 miliar yang kemudian dibagikan kepada AA dan FL.

Hasil penyelidikan menunjukkan kedua tersangka bekerja sama untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui praktik yang melanggar aturan pengadaan barang dan jasa.

Menyeret Dua Tersangka

Kasus ini telah menyeret dua tersangka, AA dan FL, yang kini dijerat dengan Pasal 12 huruf e Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keduanya menghadapi ancaman hukuman penjara antara 1 hingga 20 tahun dengan nomor perkara tersangka nomor Print-340/P.5/Fd.1/06/2024 tanggal 11 Juni 2024. (*)

Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Putih-Biru-Modern-Simpel-Selamat-Hari-Dokter-Nasional-Instagram-Post-3