BICARAA.COM, GORONTALO– Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) kembali menegaskan, kapal MV Lakas yang mengangkut wood pellet milik PT Biomasa Jaya Agung (BJA) dari Pelabuhan Gorontalo menuju pelabuhan di Fushiki, Jepang, telah memiliki Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sehingga diizinkan kembali melanjutkan pelayaran. Dengan memiliki SPB, artinya seluruh dokumen persyaratan kapal MV Lakas sudah clear.
“Dalam hal penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), maka dokumen persyaratan sudah clear. MV Lakas sudah memiliki SPB,” tegas Analis Hukum Ahli Muda pada Direktorat Hukum Bakamla RI Letkol Bakamla Muhamad Azhari, Rabu (9/10).
SPB adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar terhadap setiap kapal yang berlayar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, setiap kapal yang berlayar wajib memiliki SPB.
Sebagai instrumen terakhir untuk kapal bisa berlayar, SPB hanya diberikan ketika muatan dan kapal sudah clear and clean dengan dokumen-dokumen pendukungnya. Untuk memperoleh SPB, kapal harus melampirkan sejumlah dokumen persyaratan, termasuk di dalamnya dokumen pendukung muatan seperti dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dari Bea Cukai maupun dokumen persetujuan dari Imigrasi.
Bakamla RI memang sempat menahan Kapal MV Lakas pada 15 Agustus 2024. Saat itu, Bakamla mempersoalkan tiga dokumen yang tidak dibawa kapal MV Lakas, yaitu Certificate of Analysis, Certificate of Origin, serta Certificate of Shipper Declaration.
“Dalam praktiknya, tiga dokumen tersebut tidak wajib dibawa di dalam kapal. Karena sudah ada dokumen dari Syahbandar, Bea Cukai dan Imigrasi,” ujar David Aritonang, Juru Bicara PT Dalian Putra Maritim (Dalian Group/General Agent) selaku agen kapal MV Lakas.
David memastikan, Kapal MV Lakas telah memiliki seluruh dokumen perizinan pengiriman barang, termasuk Surat Persetujuan Berlayar (SPB) tertanggal 14 Agustus 2024. Wood pellet yang diangkut kapal MV Lakas juga telah mendapatkan izin berlayar lengkap dari berbagai lembaga berwenang.
Itu sebabnya, setelah seluruh dokumen ditunjukkan saat pemeriksaan lanjutan pada 16 Agustus 2024, Bakamla mengizinkan kapal MV Lakas untuk melanjutkan pelayaran pada 18 Agustus 2024.
“Betul, sudah diizinkan melanjutkan pelayaran. Dokumen dapat ditunjukkan,” tegas Azhari kembali.
Penegasan Azhari ini sekaligus untuk menanggapi pemintaan Sekretaris Daerah Kabupaten Pohuwato Iskandar Datau yang meminta Bakamla untuk mengklarifikasi soal penangkapan kapal MV Lakas. Maklum, insiden tersebut telah digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan isu bahwa PT Biomasa Jaya Abadi (BJA) telah melakukan ekspor wood pellet secara ilegal.
“Bakamla harusnya memberikan lagi statement bahwa dugaan yang menyebutkan bahwa wood pellet ini tidak lengkap dokumen pengirimannya ternyata tidak sesuai,” kata Iskandar dalam keterangannya kepada media, Rabu (9/10).
Menurut Iskandar, perusahaan seperti BJA dengan investasi triliunan rupiah tidak akan mungkin main-main dengan aturan dan legalitas dalam menjalankan bisnis. Sebab, hal itu justru akan merugikan investasi mereka.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Bupati Pohuwato Suharsi Igirisa secara langsung telah meninjau operasional BJA Group dalam kunjungannya bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Pohuwato pada Selasa (8/10). Berdasarkan hasil peninjauan tersebut, Suharsi mengatakan, operasional BJA bersama PT Inti Global Laksana (IGL) dan PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL) sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan harapan masyarakat.
“Ternyata mereka sudah memenuhi apa yang diharapkan oleh masyarakat. Legalitas perusahaan juga alhamdulillah sudah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Suharsi.
Jenderal Asosiasi Produsen Energi Biomassa Indonesia (APREBI) Dikki Akhmar sebelumnya telah menegaskan, tuduhan ekspor wood pellet ilegal gara-gara penahanan kapal MV Lakas selain merugikan eksportir juga akan berakibat fatal. Sebab, perusahaan pemilik kapal akan enggan mengangkut produk dari Gorontalo.
“Informasi soal penangkapan kapal itu akan mempengaruhi organisasi vessel internasional. Begitu ada perusahaan bilang kapalnya ditangkap di Gorontalo karena wood pellet dianggap ilegal, seluruh pelaku usaha vessel di seluruh dunia akan tahu. Sehingga, besok lagi tidak akan gampang mencari kapal untuk datang ke Gorontalo. Ini akan mengganggu iklim investasi di Gorontalo,” ujar Dikki dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar APREBI September lalu.(*)