DPRD Gorontalo

Pemprov Dinilai Lalai, Mikson Akan Lapor Presiden Soal PETI Pohuwato

×

Pemprov Dinilai Lalai, Mikson Akan Lapor Presiden Soal PETI Pohuwato

Sebarkan artikel ini
Mikson Yapanto Saat Melakukan Sidak di Tambang Ilegal Pohuwato, Foto: (Aset/bicaraa.com)

Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini


GORONTALO, BICARAA.COM — Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, mendesak Pemerintah Provinsi dan seluruh unsur Forkopimda mengambil langkah tegas terhadap maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato.

Ia menekankan dirinya sudah berulang kali mengingatkan dan bersuara mengenai masalah ini, namun aktivitas ilegal tersebut tetap berjalan dan semakin merugikan masyarakat luas.

Menurut Mikson, persoalan PETI kini sudah masuk tahap paling mengkhawatirkan karena dampaknya langsung menghantam kehidupan petani.

Lahan pertanian tertutup lumpur tambang dan sedimentasi akibat aktivitas alat berat.

Banyak petani tidak lagi bisa menanam secara normal, kehilangan panen, dan terpaksa berutang untuk kebutuhan keluarga.

“Setiap hari petani datang mengeluh karena lahan mereka tertutup lumpur. Ini bukan lagi persoalan kecil. Ini sudah memukul langsung ketahanan pangan masyarakat desa,” tegas Mikson.

Ia menyebut situasi tersebut bertentangan dengan program ketahanan pangan yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Jika kerusakan lahan terus dibiarkan tanpa perbaikan, produksi pangan daerah terancam menurun dan ekonomi masyarakat desa ikut terganggu.

Untuk itu, Mikson meminta aparat penegak hukum dan pemerintah provinsi tidak berhenti pada pernyataan, tetapi turun langsung menindak aktivitas PETI.

Menurutnya, penertiban tidak mungkin selesai dengan rapat-rapat, melainkan lewat penyitaan alat berat ilegal dan pemanggilan pihak yang terlibat.

“Tidak ada gunanya rapat berulang-ulang kalau alat berat tetap bekerja di lapangan. Yang dibutuhkan sekarang adalah tindakan nyata, bukan lagi janji,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah provinsi sebelumnya sudah mengeluarkan anggaran besar untuk pengerukan sedimentasi, tetapi hasilnya tidak signifikan karena aktivitas ilegal terus berlangsung setiap hari.

Selama alat berat ilegal masih beroperasi, kerusakan tidak akan berhenti.

Mikson menegaskan pemilik alat berat yang nanrinya akan ditertibkan wajib melakukan pengangkatan sedimentasi di sungai maupun lahan pertanian warga.

Ia menilai pemulihan ini harus dilakukan agar ekonomi masyarakat kembali berjalan baik.

“Kalau sungai dan lahan pertanian tidak dibersihkan, petani tidak bisa menanam lagi. Saya minta para pemilik alat berat bertanggung jawab. Mereka harus mengangkat sedimentasi yang sudah merusak lahan warga,” katanya.

Selain itu, ia menyoroti proses penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang mensyaratkan reklamasi pasca tambang.

Namun hal itu sulit dipenuhi karena lubang tambang dan kerusakan akibat PETI terus bertambah, sementara reklamasi tidak pernah dilakukan.

Kondisi ini menghambat penambang rakyat memperoleh legalitas.

Lebih jauh, Mikson mengungkapkan korban jiwa akibat aktivitas tambang ilegal terus terjadi.

Ironisnya, pekerja lapangan yang hanya menerima upah harian yang paling terdampak, bukan pemilik alat berat.

“Yang mati di lapangan bukan pemilik modal. Yang jadi korban selalu masyarakat kecil. Ini yang membuat saya berkali-kali mendesak agar aktivitas ilegal dihentikan,” katanya lagi.

Ia juga mengingatkan potensi ledakan kemarahan warga jika PETI terus dibiarkan. Menurutnya, masyarakat bisa saja bertindak sendiri di lapangan karena merasa negara tidak hadir.

“Kalau pemerintah terus diam, jangan salahkan masyarakat kalau nanti mengambil tindakan sendiri. Itu berbahaya, dan saya tidak ingin peristiwa seperti itu terjadi,” ucapnya.

Sebagai langkah lanjutan, Komisi II DPRD siap mengirim surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia jika Pemerintah Provinsi Gorontalo tidak menunjukkan tindakan tegas.

Mikson menilai persoalan PETI di Pohuwato kini tidak bisa lagi diselesaikan dengan pendekatan biasa karena kerusakannya sudah meluas.

Dalam keterangannya, Mikson menegaskan tambang ilegal bukan hanya persoalan penambang, tetapi menyangkut nasib petani, keberlanjutan lahan, dan keselamatan warga.

“Jika tidak tegas hari ini, besok kerusakannya akan lebih luas dan petani makin terpuruk,” tutup Mikson. (*)

Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Image