BICARAA.COM, GORONTALO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo menetapkan Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) Kota Gorontalo berinisial (AA) bersama kontraktor inisial (FL) ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi dalam kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Gorontalo, Nursurya mengatakan
keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka nomor Print-340/P.5/Fd.1/06/2024 tanggal 11 Juni 2024. Keduanya akan ditahan selama 20 hari ke depan.
“Hari ini kawan-kawan penyidik bidang tidak pidana khusus kejahatan tinggi Gorontalo telah melakukan pemeriksaan pemeriksaan terhadap dua orang saksi yang berinisial aa dan FL yang semulanya kedua saksi setelah diperiksa dan hasil dari pemeriksaan dari tim penyidik dan hasil ekspos penanganan perkara yang lagi ditangani status dari saksi aa dan eter ditingkatkan menjadi tersangka,” kata Nursurya.
Berdasarkan hasil pemilihan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Setda Kota Gorontalo yang diserahkan kepada Tersangka selaku Kuasa Pengguna Anggaran merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas PUPR Kota Gorontalo terdapat tiga penyedia barang dan jasa yang dipilih, yaitu PT Cahaya Mitra Nusantara sebagai Pemenang, PT Rizki Aflah Jaya Abadi sebagai Cadangan 1 serta PT Mahardika Permata Mandin sebagai Cadangan II.
Bahwa terhadap hasil pemilihan tersebut dilakukan Review oleh tersangka AA selaku KPA dan PPK pada Dinas PUPR Kota Gorontalo, dimana Tersangka AA menolak hasil pemilihan penyedia yang dilakukan oleh Pokja pengadaan barang dan jasa Setda Kota Gorontalo dan meminta untuk dilakukan evaluasi ulang.
Namun, hasil review tersebut ditanggapi oleh Pokja pengadaan barang dan jasa Setda Kota Gorontalo yang tetap pada hasil pemilihannya karena reviuw dilakukan oleh tersangka AA bertentangan dengan dokumen pemilihan Nomor:600/POKJA.PB) KOTA.GTO/IX/2021 tanggal 01 September 2021 dan Peraturan Lembaga Kebijakan.
“Penolakan sebagaimana dimaksud hanya berdasarkan BAHP yang diterima, bukan berdasarkan hasil klarifikasi, verifikasi, pembuktian kepada peserta dan/atau pihak lain,” ujarnya.
Nursurya mengatakan, tersangka AA dengan sadar menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa kepada PT Mahardika Permata Mandiri, dengan Direktur Utama Azhari yang kemudian memberikan kuasa Direktur kepada saksi Deny Juaeni selaku pihak yang dinyatakan sebagai cadangan kedua oleh Pokja Setda Kota Gorontalo.
“Review yang dilakukan bertentangan dengan dokumen pemilihan Nomor:600/POKJA.PBJ-KOTA.GTO/IX/2021 tanggal 01 September 2021, dan Perlem LKPPNo. 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah melalui Penyedia,” sebutnya.
Dia mengungkapkan penetapan PT Mahardika Permata Mandiri sebagai pemenang tender tersebut, tersangka AA bekerja sama dengan tersangka FL selaku pihak swasta adanya komitmen pemberian fee sebesar 17 persen dari nilai kontrak, sebelum dilakukan penandatanganan kontrak.
“Dimana jika komitmen fee tidak diberikan, maka tidak akan dilakukan penandatanganan kontrak antara tersangka AA dengan saksi Deny Juaeni selaku Direktur PT Mahardika Permata Mandiri Cabang Gorontalo. Maka saksi Deny Juaeni memberikan komitmen senilai Rp 2.379.031.379,30 melalui rekening Bank BCA milik saksi Baharudin Pulukadang alias ALO, dimana yang dinikmati oleh tersangka FL senilai Rp 1.675.081.379,00,” kata dia.
Lebih lanjut Nursurya mengatakan saksi Deny Juaeni melalui saksi Baharudin Pulukadang kemudian menyerahkan secara tunai kepada tersangka AA senilai Rp 303.950.000,00 dan tersangka FL senilai Rp 1.675.081.379,00.
Dia menambahkan kedua tersangka dijerat dengan dua pasal sekaligus yaitu pasal 12 huruf e Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling satu tahun dan paling lama 20 tahun. (rilis).