Ulasan

Keadilan Tak Turun dari Langit, Buruh Harus Merebutnya!

×

Keadilan Tak Turun dari Langit, Buruh Harus Merebutnya!

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Perlawanan Buruh, Foto: (aset/bicaraa.com)

Catatan Redaksi:
Dukung kami Hadirkan Tulisan Reflektif di Tengah Derasnya Arus Informasi, dengan Klik Tautan Ini


BICARAA.COM– Gerakan buruh di Indonesia kini menghadapi tantangan yang berbeda dari masa lalu.

Jika dulu musuh utama adalah eksploitasi langsung di pabrik-pabrik kolonial, kini bentuknya lebih halus, outsourcing dan tekanan dari korporasi global yang menekan kesejahteraan pekerja.

Eksploitasi tidak lagi tampak dalam bentuk rantai besi, tetapi dalam ketidakpastian kerja, jam lembur tanpa batas, dan upah yang tidak sebanding dengan produktivitas.

Dalam konteks inilah, gagasan Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Communities (1983) menjadi relevan untuk dibaca kembali.

Anderson menjelaskan bangsa bukanlah entitas alami, melainkan hasil dari “komunitas terbayang” imajinasi sosial yang membuat orang-orang yang tidak saling mengenal merasa sebagai bagian dari sesuatu yang sama.

Konsep ini menarik jika diterapkan pada gerakan buruh. Kekuatan kelas pekerja tidak hanya terletak pada jumlah atau posisi strategis mereka dalam sistem produksi.

Namun pada kemampuan mereka untuk membayangkan diri sebagai satu kesatuan dengan nasib dan cita-cita yang sama.

Tanpa kesadaran itu, solidaritas akan mudah terpecah oleh kepentingan sempit dan propaganda yang memisahkan antarpekerja.

Di era digital, tantangan terhadap imajinasi kolektif ini semakin berat. Teknologi dan budaya individualisme telah menciptakan ilusi kebebasan pribadi yang semu.

Pekerja daring, buruh pabrik, guru honorer, pegawai kontrak, dan pengemudi ojek online hidup dalam realitas yang sama: tidak memiliki jaminan kerja dan selalu berada dalam posisi tawar yang lemah.

Namun, sistem membuat mereka seolah berbeda kelas dan nasib. Akibatnya, gerakan buruh modern sering kali kehilangan bahasa bersama dan arah perjuangan yang menyatukan.

Anderson menekankan peran media dan narasi bersama sebagai pembentuk komunitas imajinatif.

Di masa lalu, surat kabar memainkan peran penting membangun kesadaran nasional. Ia menjadi ruang bagi rakyat untuk berbagi gagasan, marah bersama, dan bermimpi bersama.

Hari ini, gerakan buruh membutuhkan bentuk baru dari media solidaritas ruang digital yang mampu menumbuhkan rasa kebersamaan lintas profesi dan sektor.

Media alternatif, komunitas daring, dan organisasi pekerja independen bisa menjadi wadah baru membangun kesadaran kelas modern. Di titik ini, jurnalisme juga memiliki tanggung jawab moral.

Pers tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga menghidupkan imajinasi sosial tentang dunia yang lebih adil.

Ketika berita buruh hanya dilihat dari sisi kriminalitas atau ketertiban industri, kesadaran kelas pekerja akan terus melemah.

Sebaliknya, ketika jurnalisme berani menulis dari sudut pandang pekerja, ia menjadi alat perjuangan yang menghubungkan satu kesadaran dengan yang lain.

Tanpa “imajinasi bersama”, perjuangan buruh akan terus terfragmentasi dan mudah ditundukkan oleh kekuatan modal.

Maka, sebagaimana bangsa dibangun melalui kesadaran kolektif, gerakan buruh pun hanya akan kuat jika mampu membayangkan dirinya sebagai satu tubuh sosial yang memiliki cita-cita bersama: keadilan ekonomi dan martabat manusia yang sejati. (*)


Referensi:
Anderson, Benedict. Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. London: Verso, 1983.

Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Image