Saya mencoba meyakinkan bahwa tindakan tersebut tidak akan memecahkan masalah.
Malam itu, ayah Mey mendatangi saya dan mengungkapkan niatnya untuk memenggal kepala Dedi di kandang ayam.
Dia meminta saya melaporkannya ke kantor polisi agar dia dapat mengakui perbuatannya.
Saya mencoba meyakinkannya bahwa meskipun menghukum Dedi akan memberikan kepuasan.
Tetapi nantinya akan ada penyesalan mendalam saat jauh dari keluarga karena harus lama di penjara.
Mey tampak pucat, sering terlihat dalam lamunan dengan pandangan kosong.
Dia harus menahan rasa sakit karena dilecehkan, dihina oleh keluarga karena dianggap tidak dapat menjaga diri.
Bahkan dicibir oleh tetangga sebagai wanita yang dianggap tidak utuh.
Meskipun bingung karena tidak memahami proses hukum, saya harus tetap melangkah.
Langkah pertama adalah mendatangi Komnas Anak atau disebut LPAI di kota kami.
Setelah membuat laporan di LPAI, kami bersama anggota LPAI menuju Polres setempat untuk membuat laporan yang kemudian akan diproses.
Sebelum penangkapan oleh pihak berwajib, di halaman masjid, Dedi dengan sikap sombong menyatakan pada teman-temannya,
“Kalau masuk penjara juga gak bakal lama, mungkin sebulan atau dua bulan,” mengabaikan seriusnya hukuman.
Tidak lama setelah itu, aparat kepolisian tiba dan menangkap Dedi, membawanya ke Polres setempat.
Beberapa minggu kemudian, digelar sidang pertama yang melibatkan pelaku, korban, orang tua korban, saksi, dan pihak LPAI.
Sidang tersebut hanya berfokus pada pembacaan kronologis. Tidak ada sidang lanjutan yang kami hadiri.