BICARAA.COM-Mey, keponakan istriku, usianya lebih tua satu tahun dari anak perempuanku usianya kalau itu 10 tahun.
Dia adalah anak dari kakak istriku dan dikenal sebagai anak yang santun dan baik.
Muncul kabar angin di kalangan anak-anak bahwa Mey telah terlibat dalam hubungan intim dengan seseorang, namanya Dedi.
Dedi adalah pria yang memiliki kedudukan dan berpengaruh di desa ini.
Dirinya juga memiliki paman yang merupakan tokoh masyarakat serta menantu tokoh agama setempat, kiyaiku.
Bertahap, gosip itu menjadi sangat mengganggu, lalu putri perempuan saya menyuarakan perasaannya tentang pengalaman yang tidak menyenangkan yang lihatnya.
Dengan sedikit keraguan, saya memutuskan untuk menanyakan kepada semua teman Mey dan semuanya menceritkan kejadian yang mereka saksikan.
Akhirnya, saya memutuskan untuk berbicara dengan ibu Mey, tetapi dia tidak mempercayainya.
Saya membawa Mey dan ibunya ke forum terbuka, Mey mengangguk sebagai persetujuan.
Saya menanyakan kepada Mey mengenai kronologi kejadian tersebut, dan dia menceritakannya.
Berulang kali, Dedi, yang saat itu siswa kelas 3 SMA, sering mengajak Mey, siswa SD, ke kamar mandi sekolah.
Beberapa teman Mey menyaksikan kejadian itu, tetapi mereka takut pada Dedi karena adanya ancaman.
Tidak hanya itu, Dedi juga menarik Mey saat pulang dari Madrasah dan seringkali menyeretnya ke kamar mandi masjid dan kandang ayam terdekat.
Ibu Mey terkejut dan tidak bisa mempercayainya, dia berteriak namun enggan menggunakan kekerasan.
Sementara ayah Mey, sudah siap dengan peralatan dapurnya, bersiap untuk mengakhiri hidup anaknya karena merasa malu.
Saya mencoba meyakinkan bahwa tindakan tersebut tidak akan memecahkan masalah.
Malam itu, ayah Mey mendatangi saya dan mengungkapkan niatnya untuk memenggal kepala Dedi di kandang ayam.
Dia meminta saya melaporkannya ke kantor polisi agar dia dapat mengakui perbuatannya.
Saya mencoba meyakinkannya bahwa meskipun menghukum Dedi akan memberikan kepuasan.
Tetapi nantinya akan ada penyesalan mendalam saat jauh dari keluarga karena harus lama di penjara.
Mey tampak pucat, sering terlihat dalam lamunan dengan pandangan kosong.
Dia harus menahan rasa sakit karena dilecehkan, dihina oleh keluarga karena dianggap tidak dapat menjaga diri.
Bahkan dicibir oleh tetangga sebagai wanita yang dianggap tidak utuh.
Meskipun bingung karena tidak memahami proses hukum, saya harus tetap melangkah.
Langkah pertama adalah mendatangi Komnas Anak atau disebut LPAI di kota kami.
Setelah membuat laporan di LPAI, kami bersama anggota LPAI menuju Polres setempat untuk membuat laporan yang kemudian akan diproses.
Sebelum penangkapan oleh pihak berwajib, di halaman masjid, Dedi dengan sikap sombong menyatakan pada teman-temannya,
“Kalau masuk penjara juga gak bakal lama, mungkin sebulan atau dua bulan,” mengabaikan seriusnya hukuman.
Tidak lama setelah itu, aparat kepolisian tiba dan menangkap Dedi, membawanya ke Polres setempat.
Beberapa minggu kemudian, digelar sidang pertama yang melibatkan pelaku, korban, orang tua korban, saksi, dan pihak LPAI.
Sidang tersebut hanya berfokus pada pembacaan kronologis. Tidak ada sidang lanjutan yang kami hadiri.
Tetapi tiba-tiba pelaku dibebaskan, atas kendali orang tua.
Kami yang melapor merasa bingung, tidak mengerti apa yang terjadi.
Pelaku jelas bersalah. Meskipun saya tidak punya bukti, namun ini bukan hanya asumsi, melainkan dugaan adanya keterlibatan orang dalam.
Paman pelaku sebelumnya mengatakan bahwa ibu Susi dari kepolisian menyarankan agar orang tua pelaku bertemu dengan hakim sebelum sidang.
Selanjutnya, orang tua pelaku menjual kebun dan pohon mereka secara habis-habisan.
Menyebabkan anggota keluarga lainnya mengecam mereka dengan mengatakan, “kekayaan habis hanya karena anakmu!” Tak lama setelah itu, pelaku dibebaskan.
Semua ini hanyalah dugaan, tapi siapa tahu? Segala kemungkinan bisa terjadi.
Kami, bersama orang yang mendampingi kasus ini, terus mengumpulkan bukti baru dan berkas-berkas untuk mengajukan banding.
Kami tidak puas, setelah usaha cukup panjang akhirnya kami berhasil naik ke tingkat banding.
Keinginan kami agar pelaku membusuk dipenjara tetapi tidak dikabulkan.
Karena pelaku Masih dibawah umur meskipun hanya kurang satu minggu untuk pelaku genap berumur 17 tahun.
Dedi memang di vonis sebagai pelaku kejahatan seksual namun ia hanya di hukum 2 bulan masa kurungan.
Tiba-tiba dia bebaskan besok harinya karena potongan masa tahananan 2 bulan.
Alasannya pelaku Masih dibawah umur, kejadian ini atas dasar suka sama suka.
Kami yang telah lelah, tenaga habis, amunisi habis akhirnya memutuskan menerima dan selesainya perjuangan kami.
Hingga hari ini Dedi masih ada di kampung kami dan kerap tersenyum pada keluarga kami. Seolah berkata ‘lihatlah, inilah kekuatan uang di mata hukum’.
*Ini adalah kisah nyata. Nama, tahun dan tempat kejadian tidak penulis cantumkan, korban dan keluarga tidak ingin Luka lama ini timbul kepermukaan lagi.
Mereka telah mencoba bangkit dari keterpurukan begitu pula Mey yang telah memulai hidup baru sebagai Santri. (*)