Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
Oleh: Mashuri S.H., MH
BICARAA.COM- Hukum pidana idealnya berjalan lurus dan rasional peristiwa laporan penyidikan pembuktian dan putusan.
Namun dalam praktik sosial Indonesia terutama di wilayah yang kaya sumber daya alam alur tersebut sering mengalami deviasi kultural. Hukum kerap harus bernegosiasi dengan emosi kepentingan ekonomi dan naluri bertahan hidup.
Kasus dugaan pengeroyokan terhadap Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo Mikson Yapanto di kawasan Kantor NasDem memperlihatkan bagaimana emosi ekonomi kekerasan spontan dan moral kemanusiaan berkelindan membentuk sebuah drama hukum yang nyaris absurd tetapi sekaligus sangat manusiawi.
Perkara ini bermula dari dugaan penganiayaan berlanjut pada borgol dan penahanan lalu berakhir dengan air mata dan perdamaian.
Jika diringkas secara satir hukum pidana dalam perkara ini tampak seperti roller coaster sosial naik ketika emosi memuncak turun saat empati datang dan berhenti ketika nurani berbicara.
Lubang Tambang dan Lubang Nalar
Secara yuridis pengeroyokan merupakan delik yang unsur unsurnya terang benderang. Tidak diperlukan lampu tambang untuk melihatnya.
Namun secara sosiologis kekerasan dalam konflik pertambangan sering dipersepsikan pelaku sebagai reaksi spontan atas ancaman ekonomi.
Para pelaku seolah menganut doktrin hukum alternatif
Jika perut lapar maka pasal bisa ditunda
Padahal hukum pidana tidak mengenal konsep keadaan terdesak karena emosi kolektif.
Kekerasan tetaplah kekerasan meskipun dilakukan sambil membawa alat kerja dan alasan kebutuhan hidup. Tambang boleh berlubang tetapi akal sehat semestinya tidak ikut tergali keluar bersama tanah dan batuan.
Borgol sebagai Media Edukasi Singkat Negara
Masuknya aparat penegak hukum dan penggunaan borgol terhadap para penambang sesungguhnya merupakan momen edukatif.
Dalam perspektif kriminologi borgol adalah bahasa visual negara singkat dingin tidak emosional dan tidak suka debat panjang.
Borgol mengajarkan satu pelajaran sederhana negara tidak berargumen dengan otot.
Namun borgol juga memiliki keterbatasan serius ia tidak mampu melawan kekuatan sosial yang lebih tua dari negara itu sendiri yakni air mata keluarga.
Di titik inilah hukum bertemu realitas sosial paling purba istri anak dan masa depan rumah tangga.
Air Mata dan Lahirnya Restorative Justice Alami
Fase paling menentukan dalam perkara ini bukan terjadi di ruang penyidikan melainkan di ruang empati.
Datangnya para istri penambang untuk memohon perdamaian secara sosial politik menggeser perkara dari ranah retributive justice ke restorative justice yang lahir secara alami bukan lewat modul pelatihan.
Secara satir dapat dikatakan
Negara datang dengan KUHP para istri datang dengan nurani
Keputusan Mikson Yapanto mencabut laporan menunjukkan bahwa hukum pidana Indonesia meskipun keras dalam teks masih membuka ruang kemanusiaan dalam praktik sepanjang tidak menabrak kepentingan publik yang lebih luas dan stabilitas sosial.
Peran kakak Rachmat Gobel Negara Menenangkan Bukan Menghasut
Kehadiran Anggota DPR RI kakak Rachmat Gobel dalam silaturahmi di Polda Gorontalo memberi dimensi kenegaraan pada perdamaian ini.
Dalam pernyataannya kepada media ia menekankan pentingnya penyelesaian secara damai bermartabat dan menjaga stabilitas daerah agar konflik hukum tidak berkembang menjadi konflik sosial yang berkepanjangan.
Secara normatif sikap ini mencerminkan fungsi ideal wakil rakyat bukan menghapus hukum bukan pula menyulut emosi melainkan menenangkan keadaan agar hukum tetap memiliki legitimasi di mata masyarakat.
Keberuntungan Moral Politik Gorontalo
Di tengah mudahnya kekerasan meledak Gorontalo sesungguhnya patut disebut beruntung secara moral dan politik.
Tidak semua daerah memiliki wakil rakyat yang setelah mengalami dugaan pengeroyokan secara fisik masih mampu memilih jalan pemaafan.
Beruntung Gorontalo memiliki wakil rakyat bernama Mikson Yapanto yang dikeroyok tetapi tidak menjadikan luka sebagai alasan balas dendam.
Sikap tersebut bukan tanda kelemahan melainkan kedewasaan moral pejabat publik yang memahami bahwa kekuasaan tidak selalu harus membalas rasa sakit.
Publik juga patut mencatat bahwa Gorontalo memiliki wakil rakyat nasional bernama Kakak Rachmat Gobel yang dalam pengalaman lain pernah menghadapi situasi ekstrem kantor yang diserang massa namun tetap memilih menahan diri dan membuka ruang dialog.
Ini menunjukkan konsistensi sikap bahwa kekerasan tidak harus dijawab dengan eskalasi kekuasaan.
Secara satir dapat dikatakan Gorontalo selamat bukan karena minim konflik tetapi karena konflik tersebut bertemu dengan orang orang yang memilih berpikir sebelum membalas.
Perdamaian Akhir atau Catatan Kaki
Perdamaian bukanlah penghapusan fakta melainkan penundaan luka sosial agar tidak membesar.
Namun perlu ditegaskan secara satir dan ilmiah damai bukan berarti benar dan maaf bukan berarti boleh diulang.
Jika perdamaian dibaca keliru akan lahir doktrin berbahaya
Pukul dulu minta maaf belakangan
Hukum tidak boleh membiarkan tafsir ini tumbuh subur terutama di wilayah yang rawan konflik sumber daya alam.
Penutup
Drama hukum dari lubang tambang Suwawa mengajarkan bahwa kekerasan adalah bentuk komunikasi paling primitif sedangkan perdamaian adalah bentuk kebijaksanaan paling mahal.
Borgol boleh dilepas tetapi pelajaran hukum seharusnya tetap melekat.
Negara tidak boleh kalah oleh otot tetapi juga tidak boleh tuli terhadap air mata. Di antara keduanya hukum harus tetap berdiri tegak rasional dan manusiawi. (*)












