BICARAA.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Partai NasDem, Rachmat Gobel, mengajukan tiga solusi utama untuk mengatasi deflasi (fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah) yang melanda Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.
Rachmat Gobel menyampaikan pandangannya menanggapi data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan deflasi di Indonesia selama lima bulan berturut-turut.
Dari data tesebut menyebutkan deflasi dimulai sejak Mei sebesar 0,03 persen, kemudian berlanjut di bulan-bulan berikutnya, mencapai 0,12 persen pada bulan September tahun 2024.
“Situasi yang terjadi adalah yang terburuk dalam satu dekade terakhir,” ujarnya.
Rachmat Gobel menilai kondisi semakin diperparah oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), tutupnya sejumlah industri manufaktur, serta membanjirnya barang-barang impor.
Ditambah lagi, fenomena Makan Tabungan (MANTAB) juga semakin meluas, di mana masyarakat mulai mengandalkan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari akibat pendapatan yang menurun.
“Semua ini terjadi akibat salah kelola ekonomi serta kebijakan ekonomi yang mengandung unsur fraud dan moral hazard,” jelasnya.
Dirinya juga menyatakan persoalan bukan hanya soal struktur ekonomi, tetapi juga terkait dengan tata nilai.
“Rusaknya sudah sangat sistemis dan masif. Kita perlu solusi mendasar, tetapi sekaligus kreatif dan memiliki visi masa depan,” tambahnya.
Bahkan, situasi yang sedang dihadapi Indonesia tak hanya mengancam target pertumbuhan ekonomi Indonesia tapi juga bisa menjungkalkan Indonesia untuk masuk ke dalam negara berkategori middle income trap.
“Indonesia sudah lama masuk ke dalam negara berpendapatan menengah, sudah lebih dari 20 tahun, dan masih jauh untuk bisa di atas 10 ribu dolar AS untuk lepas dari negara berpendapatan menengah,” paparnya.
Bahkan terpuruknya, Indonesia bukan makin masuk sebagai negara industri, tapi justru mengalami deindustrialisasi.
“Di Asia Tenggara, beruntung masih ada negara seperti Laos, Myanmar, dan Kamboja, sehingga kita masih bisa senang secara palsu. Tapi jika melihat ke Vietnam, maka kita bisa sesak napas,” katanya.
Rachmat Gobel mengaku sengaja menyampaikan penilaian dan fakta tersebut dengan diksi apa adanya karena masyarakat jangan terus dininabobokan dengan eufimisme (red. ungkapan yang lebih halus untuk menggantikan yang kasar atau dianggap merugikan).
“Saya juga bukan hendak membangun pesimisme, tapi justru pada kesempatan ini saya ingin memompakan semangat dan optimisme dengan terus mencarikan solusi yang terbaik. Ini soal pilihan dan kemauan saja. Karena pasti ada pihak-pihak yang akan menikmati keadaan yang buruk ini dan mereka menolak perbaikan,” tegasnya.
TIGA SOLUSI UTAMA
1. Perbaikan Sektor Pertanian
Solusi pertama yang diusulkan Rachmat Gobel adalah perbaikan sektor pertanian. Ada tiga fakta penting yang ia sebutkan mengenai sektor pertanian.
Pertama, berdasarkan data BPS tahun 2022, terdapat sekitar 40,64 juta petani di Indonesia atau sekitar 29,96 persen dari total pekerja.
Kedua, setengah dari penduduk miskin di Indonesia bekerja di sektor pertanian.
Ketiga, pertanian sangat vital untuk ketahanan nasional, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Menurut Rachmat Gobel, sektor pertanian di Indonesia perlu diperbaiki secara komprehensif dan bekelanjutan.
“Jika sektor pertanian bisa diperbaiki, maka setengah masalah ekonomi sudah dapat diatasi,” tegasnya.
Rachmat Gobel juga menekankan pentingnya intensifikasi dan modernisasi pertanian.
Dengan meningkatkan produktivitas hasil tani, bukan hanya memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga menyejahterakan petani dan mendorong ekonomi nasional.
2. Pengendalian Impor
Solusi kedua adalah pengendalian impor. Rachmat Gobel menyebutkan bahwa Indonesia saat ini dibanjiri barang-barang impor yang sebetulnya bisa diproduksi di dalam negeri.
“Ini bukan hanya menyebabkan hilangnya devisa, tetapi juga mematikan kreativitas, inovasi, dan tenaga kerja dalam negeri,” paparnya.
Salah satu regulasi yang dipersoalkan Rachmat Gobel adalah Permendag No 8 Tahun 2024 yang menghapus persyaratan teknis impor barang dan menyebabkan sekitar 28 ribu kontainer barang masuk ke Indonesia tanpa persetujuan impor.
Untuk mengatasi itu, Rachmat Gobel menyarankan agar pintu masuk barang-barang impor dipindahkan ke pelabuhan di Indonesia timur.
Langkah tersebut menurutnya, tidak hanya akan mengendalikan impor, tetapi juga membantu pemerataan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di kawasan Indonesia timur.
3. Ekonomi Sirkular
Solusi ketiga yang diusulkan Rachmat Gobel adalah menghidupkan ekonomi sirkular, sebuah model ekonomi yang memaksimalkan kegunaan bahan atau produk dengan tujuan meminimalkan limbah dan kerusakan lingkungan.
“Melalui ekonomi sirkular, kita bisa menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan UMKM, serta menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.
Kedepan, Rachmat Gobel berharap pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dapat menghadapi tantangan ekonomi ke depan dengan mengedepankan ketahanan nasional, kedaulatan bangsa, kemakmuran bersama, pemuliaan manusia Indonesia, dan kelestarian lingkungan.
“Ini soal pilihan dan kemauan. Pilihannya ada, kemauan pasti ada, sekarang tinggal keberanian untuk bertindak,” tutupnya.(*)