Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
JAKARTA, BICARAA.COM –Ketua Kelompok Fraksi Partai Nasdem di Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, menegaskan tiga poin krusial, keamanan, keselamatan dan kesehatan harus tercantum tegas dalam RUU Perlindungan Konsumen yang kini dibahas parlemen.
Pernyataan itu disampaikannya saat membuka Focus Group Discussion bertema “RUU Perlindungan Konsumen: Memperkuat Lembaga, Menegakkan Perlindungan Warga Negara” di Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Menurut Gobel, tanpa perlindungan memadai, konsumen berisiko dirugikan secara kualitatif maupun kuantitatif.
“Gangguan kesehatan bisa berujung kematian dan menggerus investasi sumber daya manusia. Beban negara dan masyarakat ikut melonjak,” ucapnya.
Ia menilai pengalaman 26 tahun UU No 8/1999 perlu disempurnakan agar mampu menjawab tantangan era banjir impor dan ekonomi digital.
Gobel juga menuntut produk non-pangan yang beredar di pasar harus memiliki nilai aset.
“Setelah dipakai, barang itu tetap bisa dijual kembali. Artinya kualitas wajib terjamin,” ujarnya.
Ia menyorot membanjirnya produk impor KW dan barang bekas yang menurutnya “dibiarkan” pemerintah.
Kondisi tersebut, kata Gobel, merugikan konsumen sekaligus mematikan industri nasional.
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang, serta Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok mendukung penguatan fungsi pengawasan.
Mereka sepakat standar keselamatan dan mutu harus diperketat sejak hulu melalui sertifikasi dan post-market surveillance. “Instrumen sanksi juga perlu dibuat menjerakan,” ujar Mubarok.
Guru Besar FEB UI, Rizal Edy Halim, menambahkan bahwa pasar Indonesia, ketiga terbesar di dunia akan terus menjadi magnet produk luar.
“Karena itu RUU harus menyeimbangkan kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan kedaulatan ekonomi,” katanya.
Gobel menekankan aspek moral dan budaya tidak boleh absen. Ia mencontohkan maraknya kain bermotif batik dan tenun impor yang dijual jauh di bawah harga produk pengrajin lokal.
“Jika ini dibiarkan, satu-dua generasi lagi pengrajin tradisional punah, dan tradisi batik justru hidup di luar negeri,” tuturnya.
Baginya, melindungi pasar domestik sama artinya menjaga martabat bangsa.
Politikus Nasdem itu mengingatkan, harga murah bukan satu-satunya tolok ukur kebijakan perdagangan.
“Di sana ada nilai harkat, ada jati diri bangsa. Pasar kita jangan sekadar objek konsumsi produk impor,” katanya.
Ia mencontohkan kebijakan proteksionis Tiongkok dan Amerika Serikat yang bertumpu pada kekuatan pasar domestik mereka.
Anggota Komisi VI dari Nasdem, Asep Wahyuwijaya, menilai revisi UU harus mempertegas kewenangan lembaga perlindungan konsumen daerah agar penanganan sengketa lebih cepat.
“Selama ini konsumen kesulitan mencari keadilan karena birokrasi bertingkat,” ujarnya.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, meminta pasal transparansi informasi produk diperluas, termasuk untuk transaksi digital lintas negara.
“Platform e-commerce wajib bertanggung jawab atas barang yang dijual pedagang asing,” tegasnya.
Diskusi ditutup Gobel dengan seruan agar semua pihak memandang perlindungan konsumen sebagai benteng ekonomi nasional.
“RUU ini bukan sekadar regulasi teknis, melainkan instrumen menjaga NKRI melalui penguatan pasar domestik,” tutupnya. (*)