Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
POHUWATO, BICARAA.COM – Warga di Kabupaten Pohuwato, khususnya di Kecamatan Buntulia dan Duhiadaa, kini harus menghadapi krisis air bersih.
Sedimentasi sungai akibat maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) membuat sumber air keruh dan tak layak konsumsi.
Tak hanya itu, masyarakat yang berprofesi sebagai petani juga sudah mengalami tiga kali gagal panen berturut-turut.
Kasma Bouty (47) , warga setempat, mengaku penderitaan masyarakat semakin berat akibat dampak tambang ilegal tersebut.
Menurutnya, kondisi ini telah merusak kehidupan warga yang sebagian besar bergantung pada pertanian dan air bersih.
“Air sungai yang dulu bisa kami gunakan, sekarang penuh lumpur. Sawah kami sudah gagal panen tiga kali. Ditambah lagi air bersih semakin sulit, ini sungguh menyiksa rakyat kecil,” ungkap Kasma, Senin (15/9/2025).
Ia juga menambahkan aktivitas tambang seharusnya tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
“Kami yang menerima akibatnya langsung. Jangan hanya mencari keuntungan sementara rakyat yang jadi korban,” tegas Kasma dengan nada kecewa.
Menanggapi hal ini, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Tambang DPRD Provinsi Gorontalo sekaligus Ketua Komisi II, Mikson Yapanto, menyatakan pihaknya tidak akan tinggal diam.
Ditegaskannya, kerusakan lingkungan di Pohuwato, khususnya di Buntulia dan Duhiadaa, adalah bukti nyata betapa berbahayanya tambang ilegal.
“Krisis air bersih dan gagal panen ini bukan kebetulan. Ini hasil dari keserakahan tambang ilegal yang menghancurkan tanah dan air kita,” tegas Mikson.
Mikson pun menuntut aparat penegak hukum agar bertindak tegas tanpa kompromi.
“Sudah cukup rakyat Pohuwato menjadi korban. Negara tidak boleh tunduk pada mafia tambang. Kalau dibiarkan, generasi kita hanya akan mewarisi kerusakan,” ucapnya lantang.
Lebih jauh, Mikson menegaskan PETI bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga ancaman terhadap ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat.
“Tambang ilegal ini biang kerok penderitaan rakyat. Jangan sampai masyarakat kehilangan masa depan hanya karena kerakusan segelintir orang,” tutupnya dengan nada menghantam. (*)