DPRD Gorontalo

Korban Bertambah, Ketua Komisi II Deprov Desak Penutupan PETI di Pohuwato

×

Korban Bertambah, Ketua Komisi II Deprov Desak Penutupan PETI di Pohuwato

Sebarkan artikel ini
Mikson Yapanto, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Foto: ( Aset/bicaraa.com)

Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini


POHUWATO, BICARAA.COM — Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, menyesalkan peristiwa tewasnya dua penambang di lokasi tambang ilegal (PETI) Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato.

Ia menilai kejadian itu menjadi bukti bahwa aktivitas tambang tanpa izin sudah tidak bisa lagi dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan.

Menurut Mikson, kondisi cuaca yang saat ini sering turun hujan membuat area bekas galian menjadi sangat berbahaya.

Struktur tanah yang labil akibat aktivitas alat berat membuat area tambang mudah ambruk dan menimbulkan korban jiwa, terutama bagi para penambang rakyat atau kabilasa yang bekerja dengan peralatan seadanya.

“Kalau sudah seperti ini, nyawa masyarakat jadi taruhannya. Saya sangat menyesalkan kejadian di Bulangita itu, apalagi mereka hanya penambang kecil yang mencari sisa-sisa galian dari alat berat. Aktivitas tambang tanpa izin ini harus segera dihentikan sementara,” tegas Mikson kepada bicaraa.com, Senin (3/11/2025).

Ia juga meminta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah agar bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam praktik pertambangan ilegal.

Meski penambang rakyat kerap dijadikan tameng, namun ada aktor besar yang terus mengambil keuntungan di balik aktivitas tersebut.

“Harus ada langkah konkret. Jangan hanya saat ada korban baru sibuk. Pemerintah daerah dan kepolisian harus berani menindak pemilik alat berat dan pemodal yang sebenarnya menjadi sumber masalah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mikson mendorong agar Forkopimda Pohuwato segera duduk bersama untuk mencari solusi permanen. I

Pendekatan yang mengutamakan keselamatan warga dan keadilan bagi penambang rakyat harus menjadi prioritas utama.

“Saya berharap ada rapat koordinasi lintas instansi. Ini bukan sekadar soal tambang ilegal, tapi sudah menyangkut keselamatan manusia dan masa depan lingkungan di Pohuwato,” ujarnya.

Selain penegakan hukum, Mikson juga menilai perlu adanya program alternatif ekonomi bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup di wilayah tambang.

Dengan begitu, warga tidak terus terjebak dalam lingkaran risiko tambang tanpa izin.

“Pemerintah tidak boleh absen. Masyarakat butuh solusi ekonomi yang nyata, bukan hanya larangan. Kalau ini dibiarkan, korban akan terus berjatuhan,” pungkasnya.

Sebagai solusi jangka menengah, Mikson meminta para penambang rakyat untuk bersabar dan menahan diri sementara waktu.

Mengingat saat ini pemerintah daerah bersama instansi teknis tengah mengebut proses finalisasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari 10 blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Pohuwato.

“Proses finalisasi IPR ini sedang berjalan dan ditargetkan rampung hingga akhir Desember. Jadi saya minta masyarakat bersabar dulu. Kalau semua sudah tuntas, penambang bisa beraktivitas secara resmi dan aman, termasuk untuk kegiatan reklamasi pasca-tambang,” terang Mikson.

Ia menegaskan, penerbitan izin ini diharapkan menjadi titik balik bagi pengelolaan tambang rakyat di Pohuwato agar tidak lagi berada di zona abu-abu hukum.

“Kita ingin tambang rakyat benar-benar tertata, aman, dan berkelanjutan,” tutupnya. (*)


Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Image