Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
GORONTALO, BICARAA.COM – Thayeb Mohammad Gobel bukan hanya nama besar dalam sejarah industri nasional, tetapi juga simbol perjuangan membangun kemandirian bangsa lewat teknologi.
Lahir pada 12 September 1930 di Bone Bolango, Gorontalo, Gobel memulai kiprahnya dari nol, dengan membangun pabrik radio bersama teman-temannya pada 1954.
Berbekal pengalaman bekerja di NV Behring, perusahaan dagang perakitan radio yang menggunakan suku cadang dari Austria, Gobel menciptakan pondasi awal industri elektronik dalam negeri.
Pada tahun yang sama, ia mendirikan PT. Transistor Radio Manufacturing Co di kawasan Cawang, Jakarta. Dari pabrik ini, lahirlah radio Tjawang, produk elektronik lokal yang dikenal karena kejernihan suaranya dan kualitas yang terjaga.
Menurut buku 50 Great Business Ideas from Indonesia (2010), radio Tjawang sangat digemari masyarakat. Bahkan, dalam kurun waktu 1954–1964, radio tersebut terjual hingga satu juta unit.
Kesuksesan radio Tjawang tidak membuat Gobel berhenti berinovasi. Ia mulai merambah ke industri elektronik lainnya, dengan tekad menjadikan Indonesia mampu bersaing dalam produksi alat-alat teknologi rumah tangga.
Filosofi Pohon Pisang dan Kerja Sama dengan Jepang
Menjelang tahun 1980, Thayeb Gobel merumuskan falsafah pohon pisang sebagai dasar filosofi bisnisnya.
Ia melihat pohon pisang sebagai lambang perusahaan ideal—memberi manfaat sepenuhnya kepada masyarakat, mulai dari batang hingga daunnya, bahkan setelah ditebang.
Langkah Gobel semakin kokoh ketika pada tahun 1957 ia berkunjung ke Jepang dan bertemu dengan Konosuke Matsushita, pendiri Matsushita Electric Industrial Co.
Pertemuan itu menjadi awal dari kolaborasi strategis dua tokoh besar dengan visi membangun industri berkelanjutan di Asia.
Kerja sama resmi dimulai tahun 1960, dengan lahirnya National-Gobel yang fokus pada perakitan dan manufaktur elektronik rumah tangga. Perusahaan ini kemudian dikenal sebagai Panasonic-GOBEL.
Salah satu tonggak pentingnya adalah produksi 10 ribu unit televisi hitam-putih menjelang Asian Games IV di Jakarta tahun 1962.
Perusahaan-perusahaan di bawah naungan Panasonic-GOBEL pun terus berkembang, meskipun menghadapi tantangan industri yang tidak mudah.
Bendera perusahaannya berganti dari PT. National Gobel menjadi PT. Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) hingga saat ini.
Pengakuan Internasional dan Nasional
Atas kontribusinya membangun industri elektronik nasional, pada 25 Februari 1972, pemerintah RI menganugerahkan Gobel tanda kehormatan Satyalencana Pembangunan.
Ini adalah bentuk penghargaan atas jasa-jasanya sebagai pelopor industri elektronika nasional.
Tak hanya dari dalam negeri, apresiasi juga datang dari luar. Pada tahun 1981, Kaisar Jepang menganugerahi Thayeb Mohammad Gobel dengan Bintang Third Class Order of the Sacred Heritage (Kun Santo Zuikoscho).
Ini adalah bentuk pengakuan atas peran Gobel dalam mempererat hubungan ekonomi Indonesia-Jepang.
Tidak sampai disitu, dirinya juga sempat menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) periode 1971–1977 dari Partai Syarikat Islam Indonesia.
Kemudian pada periode berikutnya 1977–1982 dan 1982–1987 dari Partai Persatuan Pembangunan.
Dialog Mengharukan dengan Presiden Soekarno
Satu momen tak terlupakan dalam perjalanan hidupnya adalah saat Presiden Soekarno bertanya kepadanya secara langsung: dilansir dari (gobel.co.id)
“Kenapa kamu memilih bisnis radio transistor?”
Tanpa ragu, Gobel menjawab:
“Agar semua rakyat Indonesia di setiap pelosok negeri bisa mendengar pidato Anda.”
Jawaban ini membuat Soekarno terdiam sejenak. Sang Presiden lalu menepuk pundaknya dan berkata:
“Begitulah seharusnya pemuda Indonesia.”
Pujian dari Presiden Pertama RI tersebut menunjukkan bahwa langkah Gobel tak sekadar berdagang.
Ia melihat elektronik sebagai jalan mempererat bangsa yang baru merdeka, membangun konektivitas antar pulau, dan memperkuat semangat nasionalisme.
Mikson Yapanto: Gobel Warisan Bangsa, Bukan Sekadar Tokoh
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, turut memberikan dukungan penuh terhadap usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Thayeb Gobel.
Ia menilai, Gobel bukan hanya tokoh lokal atau nasional, tetapi sosok yang warisannya relevan bagi lintas generasi dan lintas negara.
“Beliau bukan sekadar pelopor industri, tapi ikon pembangunan nasional. Jejaknya bisa ditelusuri dari Gorontalo sampai Tokyo. Bahkan siaran radio pertama yang bisa dinikmati masyarakat Gorontalo, datang dari peran besar beliau. Ini bukti bahwa kontribusinya sangat nyata dalam kehidupan rakyat,” ujar Mikson kepada bicaraa.com, Senin (21/07/2025).
Menurutnya, dalam daftar 206 Pahlawan Nasional saat ini, belum ada satu pun yang berasal dari kategori pelopor industri. Padahal, semangat membangun bangsa dari sektor industri adalah hal yang sangat penting dan membutuhkan sosok teladan.
“Bangsa ini butuh inspirasi dari tokoh nyata yang membangun dari nol. Gobel adalah lambang dari kerja keras, inovasi, dan integritas. Ia tidak hanya mendirikan perusahaan, tapi menciptakan sistem yang memberi manfaat luas. Ini bukan semata kesuksesan bisnis, ini warisan bangsa,” tegasnya.
Mikson juga menyoroti keberanian Gobel membangun kerja sama bisnis dengan Jepang di masa awal kemerdekaan, ketika Indonesia masih belum memiliki kekuatan industri yang mapan.
“Beliau menjadi jembatan diplomasi ekonomi yang tidak banyak diketahui publik. Perusahaan elektronik besar seperti Panasonic bisa masuk ke Indonesia dengan kepercayaan, karena ada sosok Gobel. Ini prestasi diplomasi luar biasa dari seorang industriawan,” imbuhnya.
Mantan Karyawan: “Bapak Pembangunan Bangsa.”
Dukungan juga datang dari kalangan mantan pekerja yang pernah merasakan langsung kepemimpinan Gobel.
Salah satunya Fahrur Rodzi (47), mantan karyawan PT. Gobel International asal Kota Gorontalo, yang diberhentikan tujuh tahun lalu.
Meski tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut, rasa hormatnya terhadap sosok Thayeb Gobel tetap terjaga.
“Semenjak saya diberhentikan, saya tetap belajar dan mengevaluasi hidup. Justru dari pengalaman itu, saya sadar betapa besar arti figur seperti Pak Gobel. Kepemimpinannya memberi nilai, bukan hanya pekerjaan,” ujar Fahrur.
Menurutnya, Gobel tidak hanya membangun bisnis, tetapi juga membangun peradaban industri di Indonesia. Ia juga menilai bahwa sudah saatnya negara mengakui jasa industriawan sebagai bagian dari pembangunan bangsa.
“Saya berpikir… rakyat dan negara memerlukan sosok industriawan untuk memotivasi bangsa membangun industri dalam negeri menuju Indonesia Emas 2045,” katanya.
Fahrur bahkan merujuk pada tiga regulasi yang menjadi dasar pemberian gelar Pahlawan Nasional—yaitu UU Nomor 20 Tahun 2009, PP Nomor 35 Tahun 2010, dan Permensos Nomor 35 Tahun 2012. Menurutnya, Thayeb Gobel memenuhi seluruh unsur yang disyaratkan.
“Setelah saya pelajari, sebagai ungkapan bersyukur dan berterima kasih, maka Bapak Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel dapat dimungkinkan memenuhi syarat untuk diusulkan menjadi Pahlawan Nasional tahun ke depan kepada pemerintah,” tuturnya.
Dari Gorontalo, suara-suara itu terus bergema. Bahwa seorang Gobel bukan hanya membangun perusahaan, tapi juga harapan.
Bukan hanya membawa elektronik ke rumah-rumah rakyat, tapi juga membawa semangat membangun bangsa dari pinggiran menuju pusat. (*)