Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
Max Weber (1864–1920) merupakan salah satu sosiolog paling berpengaruh dalam memahami hakikat kekuasaan dan kepemimpinan modern.
Dalam karyanya Politics as a Vocation (1919), Weber menguraikan konsep penting tentang “kepemimpinan sebagai panggilan” (Beruf), yaitu pandangan bahwa menjadi pemimpin bukan sekadar soal jabatan atau ambisi politik, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan etika terhadap masyarakat.
Bagi Weber, seseorang yang memegang kekuasaan sejati harus memiliki kesadaran bahwa tanggung jawabnya bukan hanya pada struktur formal, tetapi juga pada nilai dan kejujuran dalam menjalankan tugas.
Weber membedakan tiga tipe kepemimpinan atau otoritas: tradisional, karismatik, dan rasional-legal.
Otoritas tradisional berakar pada adat dan warisan budaya, otoritas karismatik muncul karena daya tarik pribadi seorang pemimpin, sementara otoritas rasional-legal didasarkan pada sistem hukum dan peraturan formal.
Dalam konteks modern, Weber menilai kepemimpinan ideal adalah perpaduan antara rasionalitas birokratis dan moralitas pribadi. Pemimpin tidak cukup hanya mengikuti aturan, tetapi harus menjalankannya dengan integritas dan kesadaran etis.
Konsep “vocation” dalam pandangan Weber mengandung makna spiritual dan sosial. Seorang pemimpin, sebagaimana dijelaskan dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1905), harus melihat pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian yang memiliki nilai etis.
Weber terinspirasi oleh etika kerja Protestan yang menekankan disiplin, tanggung jawab, dan dedikasi terhadap tugas sebagai bentuk ibadah.
Nilai ini kemudian ia terapkan pada teori kepemimpinan, bahwa kekuasaan tanpa kesadaran moral hanya akan menghasilkan dominasi dan penyalahgunaan wewenang.
Dalam praktiknya, pemikiran Weber relevan bagi dunia akademik dan birokrasi modern.
Seorang rektor, misalnya, tidak sekadar menjalankan fungsi administratif, tetapi juga bertugas menjaga integritas lembaga dan arah intelektual universitas.
Kepemimpinan berbasis panggilan berarti menjalankan tugas dengan ketulusan, bukan demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Seperti Weber tegaskan, politik atau dalam konteks ini, kepemimpinan adalah panggilan bagi mereka yang siap memikul beban moral dan tanggung jawab sosial, bukan sekadar mencari kedudukan.
Pemikiran Weber mengingatkan kita bkemajuan organisasi, termasuk lembaga pendidikan, hanya mungkin tercapai jika dipimpin oleh sosok yang memiliki “ethic of responsibility” ketika tanggung jawab yang berpadu dengan panggilan moral.
Kepemimpinan semacam ini menjadi fondasi bagi tatanan sosial yang berkeadilan, rasional, dan bermartabat. (*)
Referensi:
-
Weber, Max. Politics as a Vocation. Munich University, 1919.
-
Weber, Max. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Routledge Classics, 2001.
-
Ritzer, George. Sociological Theory. McGraw-Hill, 2011.









