Dalam penjelasan petisi, para pembacanya mengingatkan dan memperhatikan nilai-nilai Pancasila serta jati diri UGM.
Mereka menyatakan keprihatinan atas dugaan tindakan menyimpang di berbagai lapisan dan tingkat penyelenggara negara.
Kritik ini diarahkan pada aspek moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang dianggap terabaikan dalam tindakan pemerintahan yang dinilai salah satu alumnus UGM.
Respons terhadap ‘Petisi Bulaksumur’ pun bermacam-macam. Sebagian menyambut baik inisiatif para dosen dan mahasiswa UGM untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi negara.
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa mekanisme kritik seharusnya dilakukan melalui jalur-jalur yang lebih terstruktur dan resmi.
Menyikapi hal ini, Koentjoro menjelaskan bahwa pembacaan petisi ini bukan tindakan emosional, melainkan sebuah bentuk kepedulian dan keprihatinan akademisi terhadap kondisi bangsa.
“Kami melakukannya dengan keprihatinan yang mendalam sebagai bagian dari tanggung jawab moral sebagai intelektual dan warga negara,” ujar Koentjoro.
Pembacaan ‘Petisi Bulaksumur’ di UGM memberikan catatan bersejarah, di mana akademisi dan mahasiswa tidak hanya menjadi objek pembelajaran, tetapi juga aktor yang turut serta dalam mengawal nilai-nilai moral dan demokrasi di Indonesia.
Pihak universitas juga diharapkan dapat memberikan ruang dialog untuk mendiskusikan isu-isu penting yang berkaitan dengan kondisi bangsa, sebagai bentuk keterbukaan dan partisipasi aktif dalam pembentukan pemikiran masyarakat. (*)