GorontaloKontrol

Tak Semudah Dibayangkan, Begini Alur Penerbitan 10 Blok IPR Gorontalo

×

Tak Semudah Dibayangkan, Begini Alur Penerbitan 10 Blok IPR Gorontalo

Sebarkan artikel ini
Kepala Dinas Tenaga Kerja, ESDM dan Transmigrasi, Wardoyo Pongoliu Menerima Kunjungan dari Kementrian ESDM, Foto: (bicaraa.com)

Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini


POHUWATO, BICARAA.COM — Proses penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Provinsi Gorontalo kini memasuki tahap penting.

Pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja, ESDM dan Transmigrasi Gorontalo memastikan setiap tahapan administratif dan lingkungan harus diselesaikan sebelum izin resmi dikeluarkan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, ESDM, dan Transmigrasi Provinsi Gorontalo, Wardoyo Pongoliu, menjelaskan langkah pertama sebelum IPR diterbitkan adalah penyusunan dokumen pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh pemerintah pusat, Kementrian ESDM.

Dokumen ini menjadi dasar hukum sekaligus rujukan teknis dalam pengaturan tata ruang pertambangan rakyat.

“Setelah dokumen WPR selesai dibuat oleh pemerintah pusat, barulah pemerintah daerah bisa menyusun dokumen reklamasi pasca tambang. Dokumen ini penting karena menjadi syarat utama sebelum izin dapat diajukan melalui OSS,” jelas Wardoyo kepadaa bicaraa.com, Jumat (31/10/2025).

Ia menambahkan, tahun anggaran 2025 menjadi momentum penting bagi Pemerintah Provinsi Gorontalo karena dokumen reklamasi pasca tambang mulai dimasukkan ke dalam APBD Perubahan (APBDP).

“Sebelumnya belum ada anggaran untuk penyusunan dokumen reklamasi. Karena itu, pada APBDP tahun ini sudah dimasukkan agar prosesnya bisa berjalan,” ujar Wardoyo.

Saat ini, Kementerian ESDM telah menetapkan 10 blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Pohuwato.

Setelah penetapan tersebut, pemerintah daerah diwajibkan segera menyelesaikan dokumen reklamasi pasca tambang sebelum Desember 2025.

“Target kami jelas, seluruh dokumen reklamasi harus rampung tahun ini. Reklamasi pasca tambang bukan hanya formalitas, tapi bentuk tanggung jawab kita terhadap lingkungan,” tegas Wardoyo.

Ia menjelaskan pula, tahapan pengurusan IPR telah diatur secara nasional melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Proses dimulai dari pengajuan surat permohonan oleh pemohon disertai dokumen administratif seperti KTP, Nomor Induk Berusaha (NIB), surat keterangan domisili, peta wilayah tambang, serta dokumen lingkungan.

Setelah berkas masuk, Dinas ESDM akan melakukan verifikasi administratif dan teknis.

Bila memenuhi syarat, permohonan dilanjutkan ke tahap validasi OSS untuk mendapatkan persetujuan final.

“Kami ingin memastikan semua prosesnya transparan dan berbasis sistem, agar tidak ada lagi tambang yang beroperasi tanpa izin,” kata Wardoyo.

Adapun pemohon IPR terbagi dua kategori, yakni perorangan dengan luas maksimal 5 hektar dan koperasi dengan luas maksimal 10 hektar.

Setelah izin keluar, pemegang IPR wajib membayar Iuran Pertambangan Rakyat (IPERA) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Wardoyo menekankan IPERA berfungsi untuk mendukung kegiatan reklamasi dan pengawasan lingkungan.

“Iuran itu bukan beban, tapi kontribusi bagi keberlanjutan tambang rakyat. Kami ingin tambang rakyat ini legal, produktif, dan tetap menjaga lingkungan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan, setiap pelaku tambang wajib melaksanakan kegiatan reklamasi setelah kegiatan eksploitasi berakhir.

Bila tidak, izin mereka dapat dicabut. Pemerintah daerah bersama tim pengawasan ESDM akan melakukan pengecekan berkala untuk memastikan seluruh kegiatan tambang sesuai ketentuan.

“Kalau semua tahapan ini berjalan, maka tambang rakyat di Pohuwato akan tertata dengan baik. Masyarakat bisa bekerja dengan legal, ekonomi daerah bergerak, dan lingkungan tetap terjaga,” tutup Wardoyo Pongoliu.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto, yang membidangi sektor ekonomi dan pertambangan, memberikan tanggapan positif terhadap percepatan penerbitan IPR tersebut.

Ia menilai langkah pemerintah daerah sudah tepat, namun perlu kehati-hatian dalam menentukan penerima izin agar tepat sasaran.

“Kalau dipercepat justru bagus, supaya aktivitas tambang rakyat bisa segera tertata. Tapi yang penting, penerima IPR itu harus benar-benar masyarakat Pohuwato, khususnya yang tinggal di sekitar wilayah tambang,” ujar Mikson.

Dirinya mengingatkan agar pemerintah tidak sembarangan memberikan izin kepada pihak luar daerah.

“Jangan sampai yang dapat izin itu bukan orang Pohuwato, padahal 10 blok WPR itu semuanya di Pohuwato. Harusnya masyarakat dari desa-desa terdekat yang diprioritaskan,” tambahnya.

Mikson juga memastikan Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo akan turun langsung meninjau daftar nama-nama pengaju IPR begitu prosesnya mendekati tahap penertiban.

Selain itu, pihaknya akan mendorong Dinas ESDM untuk melakukan sosialisasi intensif kepada masyarakat terkait mekanisme pengajuan izin.

“Kami akan pantau langsung agar proses ini benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Komisi II juga akan mendorong ESDM untuk turun ke lapangan, memberi pemahaman kepada masyarakat soal cara dan syarat mengurus IPR di sepuluh blok WPR itu,” tegas Mikson Yapanto. (*)


Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Image