Pohuwato

30 Pohon Kelapa Mati Akibat PETI, Warga Bulangita Minta Keadilan

×

30 Pohon Kelapa Mati Akibat PETI, Warga Bulangita Minta Keadilan

Sebarkan artikel ini
Potret Pohon Kelapa Milik Salah satu Warga Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Dipenuhi Lumpur Akibat Aktivitas PETI, Foto: (Irfandi Jumaati/bicaraa.com)

Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini


PtOHUWATO, BICARAA.COM — Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, kembali menuai perhatian.

Seorang warga, Nazir Alazain (53), mengaku lahannya rusak parah akibat pembuangan lumpur dari kegiatan tambang ilegal yang berlangsung selama lebih dari tiga tahun.

Nazir menilai pemerintah dan aparat penegak hukum tidak menunjukkan kepedulian terhadap kerusakan tersebut.

Ia mengaku sudah berulang kali menyampaikan keluhan ke berbagai pihak, termasuk pemerintah desa dan DPRD, namun tak ada tindak lanjut.

“Sampai sekarang tidak ada perhatian dan kepedulian dari pemerintah, dari DPRD maupun penegak hukum. Saya sudah lapor di desa, tapi tidak ada penyelesaian,” ujarnya kepada bicaraa.com, Rabu (15/10/2025).

Kerusakan yang terjadi, kata Nazir, meliputi sekitar dua hektar lahan kebun kelapa yang kini tertimbun lumpur.

Sedikitnya 30 pohon kelapa produktif miliknya mati, sementara sisanya tidak lagi berbuah.

“Cuma sekitar 10 pohon masih berdiri, tapi sudah tidak ada buahnya,” keluhnya.

Nazir menyebut sempat ada pembayaran ganti rugi sebesar Rp10 juta dari pihak penambang, termasuk seseorang yang disebutnya bernama Kasim.

Namun, ia menilai ganti rugi itu tidak sebanding dengan kerusakan lahan secara keseluruhan.

“Itu hanya untuk kelapa yang mati, bukan tanahnya. Mereka janji bikin kubangan untuk buangan lumpur, tapi sampai sekarang tidak dilakukan,” tegasnya.

Kini, tumpukan lumpur dari aktivitas tambang menggunung di atas lahan tersebut, membuat area pertanian tak lagi bisa dimanfaatkan.

“Semua ini lahan saya sudah jadi gunung buangan mereka,” katanya dengan nada kesal.

Nazir menuding pemerintah membiarkan aktivitas tambang ilegal terus berjalan tanpa pengawasan.

Menurutnya, masyarakat kecil justru menjadi korban dari ketidakpedulian itu.

“Pemerintah tidak peduli, padahal ini merugikan orang banyak, termasuk saya,” ujarnya.

Ia menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan keadilan.

“Saya akan laporkan ke Polres Pohuwato. Ini jelas aktivitas penambangan ilegal,” tegas Nazir.

Menanggapi hal ini, Kepala Desa Bulangita, Fendi Diange, membantah tudingan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah desa.

Ia mengatakan, pihaknya sudah pernah memanggil sejumlah pelaku tambang untuk dimintai keterangan, namun pertemuan lanjutan belum sempat dilakukan karena kesibukan.

“Sudah ada pemanggilan, tapi karena kami sibuk, belum sempat dilanjutkan. Para penambang mengaku sudah membayar ganti rugi,” ujar Fendi.

Ia menjelaskan, berdasarkan informasi dari pelaku tambang, sebagian area yang dikomplain merupakan lahan yang sebelumnya sudah diolah oleh Nazir, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi.

“Mereka bilang dulunya lahan itu sudah jadi kubangan, jadi lumpur dari atas mengisi kubangan lama itu,” terangnya.

Fendi menambahkan, pihak penambang telah memberikan kompensasi sebesar Rp10 juta sesuai kesepakatan.

“Yang saya tahu, Pak Kasim sudah kasih pilihan mau bagi hasil atau dibayar. Pak Nazir pilih dibayar, dan memang sudah dibayar,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi III DPRD Pohuwato yang membidangi sektor pertambangan belum memberikan keterangan resmi.

Namun, anggota legislatif Abdul Hamid Sukoli menyebut akan menindaklanjuti persoalan tersebut.

“Ana juga akan sampaikan ke pimpinan DPRD,” singkatnya. (*)


Share:   

Baca Berita Kami Lainnya di: 
Image