Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
GORONTALO, BICARAA.COM – Di tengah riuh pelanggan yang keluar masuk rumah makan Ayam Geprek Uyat, terselip potret kehidupan yang menyentuh hati.
Seorang tukang parkir bernama Hairul (34), setiap hari menjaga kendaraan sambil mengasuh anak balitanya di bawah rindangnya pohon dekat area parkir.
Pria asal Ambon itu tak hanya berjuang mencari nafkah, tapi juga menjalankan peran ganda sebagai ayah dan pengasuh utama.
Dengan penghasilan rata-rata Rp60 ribu per hari, Hairul menutupi kebutuhan hidup bersama istri dan empat anak—satu anak kandung dan tiga anak angkat.
“Saya kerja dari pagi sampai jam 12 malam. Anak saya temani di sini, saya buatkan tempat tidurnya pakai kain di bawah pohon,” ungkap Hairul.
Tidak ada tempat penitipan anak. Tidak ada pengasuh. Hanya sebidang tanah beralas kain lusuh tempat sang anak tidur kala kantuk menyerang.
Istrinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di wilayah Kota Tengah demi menambah pemasukan keluarga mereka yang tinggal di kawasan Agusalim, Kilo Dua.
Meski hidup sederhana, Hairul mengaku tetap bersyukur.
“Kadang ada orang lewat kasih uang lima ribu atau makanan. Alhamdulillah, cukup untuk makan sehari-hari,” katanya lirih, namun penuh keikhlasan.
Warga yang sering berkunjung ke lokasi mengaku tersentuh dengan sosok Hairul. Salah satunya, Ani (45), warga Limba U dua, yang sering makan di rumah makan tersebut.
“Saya sering lihat dia jaga parkir sambil temani anaknya tidur. Sempat saya kasih susu juga. Kalau pemerintah bisa bantu, alangkah bagusnya,” ujarnya.
Kisah Hairul mulai menyebar di media sosial dan memantik perhatian publik. Banyak yang menyayangkan kurangnya perlindungan sosial bagi warga pekerja informal seperti dirinya.
Kepala Bidang Dinas Sosial Kota Gorontalo, Irwansyah Taha, saat dikonfirmasi bicaraa.com mengaku prihatin dan akan segera menindaklanjuti.
“Kami akan turunkan tim untuk mendata dan mengecek langsung kondisi Pak Hairul. Ini bagian dari tugas kami memastikan masyarakat, khususnya yang rentan secara ekonomi, mendapat perhatian dari pemerintah,” tegas Irwansyah.
Ia menambahkan bahwa pihak Dinsos terbuka terhadap laporan masyarakat terkait kasus-kasus serupa.
Menurutnya, warga seperti Hairul berhak mendapatkan intervensi sosial, baik berupa bantuan kebutuhan dasar, program perlindungan anak, maupun akses ke layanan sosial yang layak.
“Jika memang dibutuhkan, kami akan upayakan agar keluarga ini bisa masuk dalam program bantuan yang sesuai, seperti PKH, BPNT, maupun layanan rumah aman bagi anak-anak yang membutuhkan,” tambahnya.
Hairul sendiri berharap agar anak-anaknya bisa bersekolah dengan layak kelak. Ia hanya ingin mereka bisa hidup lebih baik dan tidak mengalami hal serupa.
“Kalau saya sudah biasa susah. Tapi kalau anak-anak, saya ingin mereka lebih baik dari saya,” tuturnya pelan.
Di tengah lalu-lalang kendaraan dan aroma makanan dari warung sebelah, perjuangan Hairul menjadi simbol cinta tanpa pamrih dari seorang ayah—sunyi, namun bermakna. (*)