BICARAA.COM-Setiap tahun, seluruh umat Islam di Indonesia menyambut bulan suci Ramadan dengan antusiasme dan kebersamaan.
Namun, terdapat perbedaan dalam penentuan awal Ramadan antara dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Perbedaan ini sering menimbulkan perbincangan dan pertanyaan di kalangan umat Islam.
Mari kita simak singkatnya alasan perbedaan penetapan awal Ramadan khususnya di tahun 2024 atau 1445 Hijriah.
Muhammadiyah dan Metode Hisab
Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912, cenderung menggunakan metode hisab dalam menentukan awal Ramadan.
Metode ini berdasarkan perhitungan ilmiah terhadap pergerakan bulan dan matahari.
Muhammadiyah meyakini bahwa dengan pendekatan ilmiah ini, mereka dapat menentukan awal Ramadan dengan lebih akurat.
Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah tiga periode 2005 sampai 2020, menjelaskan, Muhamadiyah memang menggunakan metode hisab.
Metode hisab mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Hisab memberikan kepastian waktu awal Ramadan secara matematis, sehingga umat tidak perlu meragukan ketepatan waktu berpuasa.
NU dan Rukyatul Hilal
Di sisi lain, NU lebih condong menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu penentuan awal Ramadan berdasarkan pengamatan langsung terhadap hilal atau bulan sabit baru.
NU meyakini bahwa tradisi ini sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan pengamatan langsung oleh manusia untuk menentukan awal bulan Ramadan.
KH. Ma’ruf Amin, Mantan Ketua Umum PBNU, juga menyampaikan Rukyatul Hilal adalah sunah, sehingga tradisi ini masih dijaga untuk mengikut jejak nabi Muhamad DAW.