Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
POHUWATO, BICARAA.COM – Musim tanam di Kabupaten Pohuwato kembali membawa derita bagi para petani.
Sudah empat kali berturut-turut mereka gagal panen akibat aliran irigasi yang dipenuhi lumpur dan sedimentasi.
Kondisi ini membuat sawah mengering, tanaman padi mati sebelum waktunya, dan kerugian besar tidak terhindarkan.
Penyebab utama persoalan tersebut diduga berasal dari aktivitas tambang ilegal di wilayah hulu.
Material galian mengalir bersama air ke saluran irigasi, menimbulkan sedimentasi tebal yang menghambat aliran ke sawah-sawah.
Akibatnya, air yang seharusnya menjadi sumber kehidupan justru berubah menjadi lumpur yang merusak lahan pertanian.
Manan Lukun (64), petani di Kecamatan Buntulia, mengaku kehabisan tenaga dan modal.
“Empat kali tanam, empat kali gagal. Semua habis, tak ada yang bisa kami bawa pulang,” ujarnya singkat.
Ia menambahkan, banyak keluarga petani kini terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Manan menilai pemerintah terkesan menutup mata terhadap penderitaan petani.
“Kami sudah sering sampaikan masalah ini, tapi belum ada tindakan nyata. Seakan suara kami tidak berarti,” katanya dengan nada getir.
Nada berbeda datang dari Marwan Olii (54), petani asal Taluduyunu. Ia menyampaikan rasa marah atas situasi yang terus berulang.
“Ini bukan sekadar gagal panen, ini bencana. Pemerintah hanya ingat petani saat kampanye, setelah itu hilang,” ucapnya.
Marwan menuturkan, kegagalan panen membuat kehidupan keluarganya kian terpuruk.
“Kami ini manusia, bukan mesin. Perut kami juga butuh makan,” katanya.
Ia mendesak agar pemerintah segera turun tangan membersihkan saluran irigasi yang tertutup lumpur akibat tambang.
Marwan bahkan merasa petani sengaja dibiarkan. “Padahal dari beras kami orang makan. Tapi saat kami susah, tak seorang pun datang menolong,” katanya dengan nada keras.
Ia menegaskan, jika kondisi ini berlarut, banyak petani akan meninggalkan sawah mereka.
Menanggapi kondisi tersebut, Mikson Yapanto, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, menegaskan pemerintah harus segera bertindak.
Ia menyebut normalisasi saluran irigasi menjadi kebutuhan mendesak.
“Petani sudah berulang kali berteriak. Jangan tunggu mereka benar-benar menyerah,” tegas Mikson.
Mikson menambahkan, sumber masalah tidak bisa dilepaskan dari aktivitas tambang ilegal di hulu.
“Tambang ilegal ini jelas biang keladi. Lumpur dan sedimen yang terbawa air langsung mematikan sawah. Kalau tidak ditertibkan, percuma saja petani menanam, mereka akan terus gagal,” katanya.
Ia meminta aparat penegak hukum segera menindak pelaku tambang ilegal dan menutup jalur-jalur yang merusak lingkungan.
Menurutnya, kegagalan panen berulang tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga martabat petani.
“Mereka sedang menangis dan marah. Itu wajar. Pemerintah harus hadir dengan solusi nyata, bukan janji kosong. Ini bukan hanya soal beras, ini soal keberlangsungan hidup ribuan keluarga,” ujarnya.
Mikson mengingatkan, jika situasi ini terus dibiarkan, bukan hanya petani yang rugi, tetapi juga ketahanan pangan daerah akan terancam. (*)