BICARAA.COM, GORONTALO– Polres Gorontalo Kota menetapkan dua wanita FS (27) dan MP (27) sebagai tersangka dalam kasus penjualan produk kosmetik ilegal, Brilliant Skincare, yang mengandung merkuri.
Kapolres Gorontalo Kota, Kombes Pol Ade Permana, mengungkapkan kedua tersangka, Selain menjual skincare mengandung merkuci, Brilliant Skincare juga tidak terdaftar di BPOM untuk izin pengedaran.
“Produk Brilliant ini bukan berasal dari Indonesia, tetapi dari Filipina, dan di Indonesia belum memiliki izin edar,” ujar Ade dalam konferensi pers yang digelar pada Rabu (13/11/2024).
Ade juga menjelaskan kedua tersangka mendapatkan produk tersebut melalui pemesanan di Manado dan memasoknya ke Gorontalo dengan jalur laut.
Produk ini dijual dengan harga bervariasi antara Rp110 ribu hingga Rp115 ribu per paket.
Penjualan sudah berlangsung sejak Mei 2024 dan telah meresahkan masyarakat, mengingat potensi bahayanya bagi kesehatan kulit.
Sebelumnya, dalam penggerebekan yang dilakukan di rumah salah satu tersangka, pihak kepolisian berhasil menyita sejumlah barang bukti berupa berbagai produk kosmetik Brilliant Skincare.
Barang bukti yang diamankan meliputi 117 paket kosmetik merek Brilliant, 10 kemasan kosong produk tersebut, 14 botol toner, 14 sabun, 15 pot cream siang dan malam, serta 24 produk sunscreen dan 3 botol serum.
“Kami akan terus melakukan pendalaman terkait pemasok produk ini dan jalur distribusinya,” tambah Ade.
Produk kosmetik yang mengandung merkuri, kata Ade, dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada kulit, termasuk iritasi, pembengkakan, dan bahkan kerusakan permanen pada jaringan kulit.
Selain itu, merkuri juga sangat berbahaya bagi kesehatan jika terpapar dalam jangka panjang.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 60 Paragraf 11 angka 10 Juncto Pasal 106 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Selain itu, mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 435 Undang-Undang RI No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar. (*)