Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
POHUWATO, BICARAA.COM — Imbauan Pemerintah Kabupaten Pohuwato terkait peniadaan seluruh kegiatan perayaan malam puncak Tahun Baru 2026 menuai respons beragam dari masyarakat.
Kebijakan tersebut turut mendapat sorotan dari para pedagang petasan di Kecamatan Marisa yang merasakan langsung dampaknya menjelang pergantian tahun.
Salah satu pedagang petasan, Fitriyanti Tahidji, menilai imbauan larangan perayaan tahun baru bukan hal baru.
Kebijakan serupa hampir selalu muncul setiap tahun dengan berbagai alasan, termasuk alasan kemanusiaan akibat musibah yang terjadi di daerah lain.
“Dari tahun-tahun sebelumnya juga sudah begitu. Sekarang alasannya karena ada musibah di daerah lain, jadi masyarakat diminta ikut berduka dan tidak bersenang-senang,” ujar Fitriyanti kepada bicaraa.com, Senin (29/12/2025).
Ia mempertanyakan alasan larangan total tersebut, mengingat perayaan tahun baru hanya terjadi satu kali dalam setahun dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
Disampaikaannya, pelarangan secara menyeluruh justru berpotensi memicu pro dan kontra di tengah warga.
“Kalau menurut kami, ini cuma satu tahun satu kali. Harusnya tetap ada perayaan, meskipun tidak berlebihan,” ungkapnya.
Dari sisi ekonomi, Fitriyanti menyebut imbauan tersebut tidak terlalu berdampak pada penjualan petasan.
Ia menilai pola perayaan masyarakat hanya bergeser dari keramaian publik ke lingkungan rumah masing-masing.
“Kalau soal rugi, tidak juga. Masyarakat tetap buat acara, tapi di rumah. Yang dilarang itu kan kumpul besar-besaran,” jelasnya.
Ia bahkan mengungkapkan setelah imbauan pemerintah dikeluarkan, aktivitas pembelian petasan justru tidak mengalami penurunan signifikan.
Warga masih membeli petasan untuk merayakan malam pergantian tahun secara sederhana bersama keluarga.
“Setelah ada imbauan itu, pembeli tetap ada, masih sama saja,” tuturnya.
Menurut Fitriyanti, kondisi tersebut justru membuat penjualan petasan lebih merata.
Jika perayaan terpusat di satu lokasi atau panggung hiburan, masyarakat cenderung hanya menonton tanpa membeli petasan.
“Kalau acara besar, orang cuma datang lihat-lihat. Tapi kalau buat acara di rumah masing-masing, mereka beli petasan sendiri. Malah bisa lebih banyak,” katanya.
Ia menyadari kebijakan larangan perayaan memiliki sisi positif dan negatif.
Namun, dari sudut pandang masyarakat kecil, khususnya pedagang, lebih banyak yang berharap adanya ruang perayaan meski dengan pembatasan.
“Larangan pasti ada pro dan kontra. Tapi kalau dilihat di masyarakat, lebih banyak yang pro perayaan, karena ini momen setahun sekali,” ucapnya.
Menutup pernyataannya, Fitriyanti berharap pemerintah ke depan dapat lebih mempertimbangkan aspirasi masyarakat kecil, termasuk pedagang, dengan tetap menjaga ketertiban dan keamanan.
“Harapan kami, setiap tahun tetap ada ruang untuk masyarakat merayakan tahun baru dengan tertib,” pungkasnya. (*)











