Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
GORONTALO, BICARAA.COM – Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, bersama perwakilan Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Rabu (3/12/2025).
Kunjungan tersebut difokuskan pada konsultasi sinkronisasi data dan kebijakan bagi tenaga non ASN, khususnya para pendamping koperasi yang hingga kini belum terakomodir dalam database nasional PPPK.
Rombongan DPRD Gorontalo diterima langsung oleh pihak Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi tenaga pendamping koperasi di daerah.
Salah satu isu utama yang disoroti adalah ketidakjelasan status para pendamping akibat tidak masuk dalam sistem pendataan nasional untuk pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Mikson Yapanto Ketua Komisi II menegaskan pendamping koperasi memiliki peran strategis dalam penguatan kelembagaan koperasi di daerah.
Namun, hingga saat ini, keberadaan mereka belum sepenuhnya mendapat kepastian dari sisi regulasi dan perlindungan status kepegawaian.
“Kami datang untuk memastikan bahwa para pendamping koperasi tidak diabaikan dalam proses pendataan nasional. Mereka adalah bagian penting dalam penguatan kelembagaan koperasi di daerah. Karena itu, perlu ada kejelasan kebijakan agar mereka tidak terpinggirkan,” tegas Mikson.
Menurut Mikson, ketidaksinkronan data antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi ribuan tenaga non ASN, termasuk pendamping koperasi yang selama ini bekerja langsung di lapangan mendampingi pelaku usaha.
“Kami mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memiliki data yang sinkron. Jangan sampai ada tenaga pendamping yang sudah bekerja bertahun-tahun, tetapi tidak tercatat dalam sistem nasional. Ini tentu sangat merugikan mereka,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, DPRD Provinsi Gorontalo juga meminta agar Kementerian Koperasi dan UKM membuka ruang dialog yang lebih intensif terkait skema kebijakan kepegawaian bagi pendamping koperasi.
Mikson menilai perlu ada skema khusus yang dapat mengakomodir keberadaan mereka secara adil dan manusiawi.
“Kami meminta Kementerian Koperasi untuk membuka ruang dialog yang lebih jelas, termasuk penyelarasan data, agar pendamping koperasi bisa diperhatikan dalam skema kebijakan kepegawaian nasional. Ini bukan sekadar soal administratif, tapi soal keadilan dan kepastian nasib mereka,” kata Mikson.
Ia menambahkan, pendamping koperasi selama ini menjadi ujung tombak pembinaan, pengawasan, hingga penguatan manajemen koperasi di daerah.
Tanpa peran mereka, banyak koperasi yang tidak akan berkembang secara optimal.
“Kalau kita bicara penguatan ekonomi rakyat melalui koperasi, maka pendamping adalah garda terdepan. Mereka hadir langsung di masyarakat, membina dari nol, mendampingi sampai koperasi bisa mandiri. Masa mereka justru tidak mendapat kejelasan status,” tambahnya.
Mikson berharap, hasil konsultasi tersebut dapat menjadi pintu masuk bagi perbaikan data nasional serta penyusunan kebijakan yang lebih berpihak pada tenaga pendamping koperasi, khususnya di Provinsi Gorontalo.
“Ini bukan hanya soal status kepegawaian, tetapi juga penghargaan atas dedikasi mereka dalam mendampingi koperasi di lapangan. Negara harus hadir memberi kepastian dan perlindungan bagi mereka,” tutup Mikson. (*)












