BICARAA.COM, KABAR KAMPUS– Laboratorium Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo (UNG) mengadakan diskusi publik bertajuk Merawat Memori: Sebuah Catatan dan Refleksi G30S/PKI pada Senin (30/09/2024) di Gedung Bersama Fakultas Ilmu Sosial.
Kepada bicaraa.com pengelola laboratorium sejarah, Djulia Indriani Mahmud, menjelaskan kegiatan diskusi merupakan refleksi sekaligus diskusi mengenai peristiwa G30S/PKI, yang memiliki dampak mendalam bagi bangsa Indonesia.
“Ini adalah kegiatan pertama yang diinisiasi oleh Laboratorium Sejarah. Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat memahami lebih dalam mengenai peristiwa G30S/PKI,” ungkapnya.
Diketahui diskusi publik juga menghadirkan dua narasumber, yaitu Helman Manay, S.Pd., M.Hum., dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNG, dan Dr. Rasid Yunus, S.Pd., M.Pd., dosen Ilmu Hukum Kemasyarakatan UNG.
Keduanya menyajikan pandangan historis dan refleksi terkait peristiwa yang terus menjadi polemik di Indonesia.
Dalam paparannya, Helman Manay mengkaji Garis-Garis Penting Tentang G30S/PKI dalam Perspektif Sejarah.
Menurut Helman, peristiwa G30S/PKI yang terjadi pada malam 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965 merupakan salah satu babak kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.
“Pada awal 1960-an, Indonesia berada dalam situasi politik yang sangat kompleks. Presiden Sukarno mencoba memadukan elemen-elemen Nasionalis, Agama, dan Komunis dalam politik Nasakom, namun hal ini menciptakan ketegangan yang tak terelakkan,” jelas Helman.
Ia juga menambahkan bahwa PKI sebagai partai politik terbesar keempat di Indonesia pada masa itu memiliki pengaruh besar, terutama di kalangan buruh, petani, dan intelektual.
Namun, kekhawatiran dari kalangan militer, khususnya Angkatan Darat, terhadap meningkatnya pengaruh PKI, turut memicu ketegangan politik yang memuncak pada peristiwa G30S.
Sementara itu, Dr. Rasid Yunus membahas Refleksi dan Nilai-Nilai dari Peristiwa G30S/PKI.
Ia menekankan pentingnya generasi milenial untuk memahami peristiwa ini dengan sudut pandang yang bijak agar tidak terjebak dalam penilaian yang salah.
“Kegiatan ini sangat positif dan penting, terutama bagi generasi muda. Ini adalah bentuk nyata dari kesadaran akan sejarah dan ke-Indonesiaan, yang tidak membedakan suku, agama, atau latar belakang lainnya,” tutupnya. (*)