Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
POHUWATO, BICARAA.COM– Tim Panitia Khusus (Pansus) Ranperda Pengarusutamaan Gender (PUG) DPRD Provinsi Gorontalo melakukan kunjungan kerja ke Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat untuk memperkuat penyusunan regulasi dan memastikan Ranperda PUG memiliki dasar yang tepat dan aplikatif.
Kunjungan yang berlangsung Jumat (21/11/2025) itu dipimpin Wakil Ketua Pansus Kristina M. Udoki bersama anggota Pansus lainnya, termasuk Mikson Yapanto, Meyke Camaru, Sri Darsianti Tuna, Siti Nuraini Sompie, Sapia Tuna, Loly Junus, dan Yeyen Sidiki.
Dalam pertemuan tersebut, Kanwil Kemenkum Jabar memaparkan secara rinci peran lembaga dalam mendukung pelaksanaan PUG serta menjelaskan konsep gender yang berbeda dari jenis kelamin.
Mereka menegaskan bahwa merupakan konstruksi sosial yang menentukan peran, tanggung jawab, dan ekspektasi terhadap laki-laki maupun perempuan, dan sifatnya dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Kanwil juga menyoroti stereotipe yang masih menghambat pembangunan nasional, khususnya dalam peningkatan kualitas SDM.
Pihak Kanwil memaparkan dasar hukum yang menjadi pilar pelaksanaan PUG, mulai dari UUD 1945 hingga ratifikasi dua konvensi internasional penting, yakni International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (UU 11/2005) dan International Covenant on Civil and Political Rights (UU 12/2005).
Untuk percepatan implementasi, pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 yang diperbarui melalui Permendagri Nomor 67 Tahun 2011, mewajibkan provinsi memasukkan perspektif gender ke dalam RPJMD, Renstra SKPD, hingga Renja SKPD.
Kanwil juga menegaskan setiap pemerintah provinsi wajib membentuk Pokja PUG dan Focal Point di seluruh SKPD sebagai syarat pelembagaan PUG. Gubernur memiliki kewenangan penuh mengawasi pelaksanaannya agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar responsif gender.
Usai pertemuan, Wakil Ketua Pansus, Kristina M. Udoki, menyatakan bahwa pemahaman PUG harus menjadi fondasi sebelum OPD berbicara mengenai anggaran.
Ia menilai penerapan perspektif gender tidak boleh hanya menjadi formalitas, tetapi harus tercermin dalam seluruh kebijakan layanan publik. “PUG harus dipahami dulu sebelum masuk ke proses anggaran. Setiap OPD wajib berperspektif gender,” tegasnya.
Kristina juga menggarisbawahi perbedaan pendekatan antara Jawa Barat dan Gorontalo.
Menurutnya, Jawa Barat sudah masuk fase gender modern sehingga tidak lagi memasukkan unsur kearifan lokal. Sementara Gorontalo masih memiliki nilai patriarki yang kuat, sehingga Ranperda PUG harus disesuaikan dengan karakteristik budaya masyarakat.
“Kita punya kearifan lokal yang berbeda, dan itu harus tercermin dalam penyusunan Ranperda PUG agar regulasinya relevan dengan kondisi nyata di Gorontalo,” tambahnya. (*)












