Nikmati Update Berita Terbaru dari Bicaraa.com Setiap Hari Melalui Saluran Whatsapp, Bisa Klik Disini
POHUWATO, BICARAA.COM – Ironis, saat warga Desa Teratai, Kabupaten Pohuwato, resah karena air PDAM macet lebih dari sepekan, baik Direktur PDAM Tirta Moolango maupun Kepala Desa setempat mengaku tidak tahu menahu soal keluhan pembayaran pelanggan.
Padahal, masyarakat tetap ditagih iuran bulanan meski pasokan air tidak mengalir.
Kepala Desa Teratai, Simson Hasan, saat dikonfirmasi justru menyebut belum mendapat laporan terkait masalah ini.
“Saya belum dapat info terkait itu,” ujarnya singkat kepada bicaraa.com ketika dihubungi melalui WhatsApp, Jumat (12/9/2025).
Sikap serupa juga terlihat dari Direktur PDAM Tirta Moolango, Kaharuin Rahim.
Ia membenarkan adanya kerusakan pipa di kompleks kantor camat dan di hulu saluran, namun menegaskan perbaikan sudah dilakukan.
Saat ditanya soal beban biaya tambahan yang ditanggung warga dan tagihan rutin pelanggan meski air macet, Kaharuin tidak memberi jawaban jelas.
“Cuman dua hari kemarin memang benar karena pipa di kompleks kantor camat putus, ada dua titik, terus juga yang dari hulu putus-putus. Tapi di saat itu juga selesai pekerjaannya,” katanya.
Di sisi lain, keluhan warga semakin meluas. Farhan (27), salah seorang warga terdampak, mengaku sangat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga.
“Sejumlah masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama air merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting,” ungkapnya.
Menurutnya, ketiadaan air membuat aktivitas warga lumpuh. Mulai dari memasak, mencuci pakaian, hingga mandi menjadi persoalan harian.
Mirisnya, meski air tidak tersedia, warga tetap diwajibkan membayar tagihan PDAM.
“Kami sudah beberapa hari ini tidak dapat air. Mau cuci, masak, semua susah. Apalagi harus beli lagi pipa, padahal kami pelanggan PDAM yang rutin bayar,” keluhnya.
Masalah ini disebut sudah berlangsung lebih dari satu minggu dan berdampak pada dua dusun, yakni Dusun Bihe dan Dusun Dupi.
Warga menilai PDAM dan pemerintah desa terkesan lepas tangan, sementara masyarakat harus menanggung konsekuensi sendiri.
Akibatnya, kekecewaan publik semakin besar. Warga mendesak pemerintah daerah, DPRD, hingga instansi terkait agar turun tangan mencari solusi.
Harapannya, pasokan air bersih kembali normal tanpa membebani warga dengan biaya tambahan di luar kewajiban pembayaran pelanggan. (*)